Sejarah Gerakan Mahasiswa di Indonesia
Perkembangan gerakan pemuda mahasiswa
sangat melekat dalam sejarah panjang perjuangan rakyat di belahan dunia
manapun. Perjuangan-perjuangan gerakan mahasiswa kerap pula menjadi pemersatu
di suatu bangsa yang bertalian erat dengan perjuangan rakyat melawan sistem
penghisapan dan penindasan khususnya melawan system yang mendominasi masyarakat
dunia saat ini yaitu imperialisme.
Demikian pula dalam usaha perjuangan membangun Republik Indonesia hingga
saat ini. Perjuangan mahasiswa telah mencatatkan dalam sejarah keikutsertaan dalam perubahan-perubahan
sosial.
Sangat diperlukan untuk mengkaji secara
teori dan praktek gerakan pemuda mahasiswa yang selama ini selalu berhadapan
dengan tugas-tugas aktual, yang terlibat secara aktif bersama perjuangan rakyat
untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat dalam menghapuskan penghisapan manusia atas manusia
lain. Selama ini jelas, gerakan
mahasiswa telah mewarnai rentetan sejarah perjuangan atas perubahan di suatu
Negara. Perjuangan mahasiswa bukanlah sebuah dinamika yang lahir dari kehidupan
kampus semata. Akan tetapi, sejarah perjuangan mahasiswa telah ada di ada
seluruh locus geografis yang luas di seluruh dunia dengan latar belakang yang
hampir sama yaitu melawan system yang masih eksis menindas mahasiswa itu sendiri yang berkaitan
pula dengan hubungan produksi dan tenaga produktif suatu Negara. Mahalnya biaya
pendidikan, pengekangan terhadap nilai-nilai demokratis di dalam kampus,
pendidikan yang tidak ilmiah, menjadi spektrum yang menggerakkan dan kemudian
meluas dalam memperjuangkan system politik, ekonomi dan budaya yang mengabdi
kepada rakyat di suatu Negara.
Mahasiswa di Amerika Latin telah pernah
menunjukkan sebuah contoh yang baik bagaimana peran dari gerakan mahasiswa
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Gerakan mahasiswa amerika latin dimulai dari Negara Argentina dengan
Aksi-aksi sampai dengan melahirkan sebuah pandangan bersama yang kita kenal
dengan “Manifesto Cordoba” tahun 1918. Manifesto Cordoba ini merupakan sebuah
deklarasi mahasiswa Argentina yang menuntut otonomi akademik (kebebasan mimbar
akademik, otonom keilmuan) dan menuntut adanya keterlibatan mahasiswa dalam
pengambilan kebijakan di kampus. Gerakan mahasiswa tersebut menganggap bahwa
adminitrasi yang lama menunjukkan sebuah system pendidikan yang otoriter baik
dalam menentukan kurikulum pendidikan serta aturan-aturan lain yang mengekang
kebebasan mahasiswa untuk berekspresi dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk
mendukung perubahan yang mendasar di negeri tersebut.
Ini adalah sebuah perjuangan yang
mendobrak sebuah system pendidikan kuno yang selama ini dijadikan sebagai
lembaga legitimasi untuk memperkuat posisi pemerintahan saja. Selain itu, kita
juga dapat melihat bagaimana gerakan mahasiswa di Argentina ini menuntut
demokratisasi kampus dengan memperjuangakan agar kampus memberikan ruang pada
mahasiswa untuk dilibatkan dalam pengambilanpengambilan kebijakan. Sehingga
kampus tak lagi semena-mena mengeluarkan kebijakan yang selama ini dianggap
anti terhadap mahasiswa dan khususnya tidak mendukung perjuangan rakyat untuk
membebaskan diri dari penghisapan dan penindasan di negeri itu.
Pengaruh perjuangan dari perlawanan mahasiswa Argentina ini menyebar ke seluruh Amerika Latin. Seperti di Peru tahun 1919, Chili 1920, Kolumbia 1924, Paraguay 1927, Brazil dan Bolivia 1928, Meksiko 1929, Kosta Rika 1930, dan Kuba pada tahun 1933 dan 1952. Sama halnya dengan gerakan progesif yang dilakukan oleh mahasiswamahasiswa China yang dikenal dengan tragedi Tianmen. Ribuan mahasiswa tewas dalam peristiwa monumental 4 Juni 1989 itu. Hari itu, menjadi ladang pembantaian nyawa mahasiswa dalam aksi protes terhadap system ekonomi politik China yang mengarah pada system kapitalisme.
Demikian pula dengan gerakan mahasiswa
yang ada di Philipina. Berawal dari protes menolak kenaikan biaya kuliah yang
secara massif dikampanyekan oleh aliansi sektoral mahasiswa. kemudian aliansi mahasiswa itu akhirnya berubah
menjadi sebuah gerakan yang menjadi pusat perjuangan mahasiswa di Philipina
dengan garis perjuangan demokrasi nasional. Gerakan mahasiswa (LFS) mengangkat
isu-isu tentang penolakan komersialisasi dunia pendidikan, demokratisasi di
dunia kampus. Selain itu, gerakan di Philipina ini juga mengangkat isu-isu
sector rakyat seperti mendukung perjuangan reforma agraria sejati,
mengkampanyekan upah layak, industri nasional, isu-isu suku minoritas sebagai
bentuk kesaling-hubungan antara gerakan pemuda mahasiswa dengan aliansi dasar
buruh dan tani dalam garis perjuangan demokrasi nasional untuk menghancurkan
cengkraman imperialisme dan feodalisme.
Demikian pula dengan perjuangan gerakan
mahasiswa di Indonesia. Setidaknya dari era Kebangkitan nasional abad 20 sampai
dengan babak Reformasi 1998 hingga saat ini, gerakan mahasiswa di Indonesia
telah menunjukkan aksi nyata dan
sumbangsih dalam perjuangan rakyat untuk menghancurkan segala bentuk penindasan
dan penghisapan yang dialami masyarakat Indonesia. Setidaknya pengalaman itu
telah dicatat sejarah dalam mendukung perjuangan rakyat untuk mengubah sistem
sosial di Indonesia dari masa ke masa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia
yang bebas dari cengkraman musuh-musuh rakyat.
Maka jelas bahwa peranan gerakan
mahasiswa, tidak boleh dipandang sebelah mata atau menilainya secara berat sebelah menganggap
gerakan mahasiswa hanya sebatas gerakan heroik yang akan hilang ditelan
zamannya. Sehingga membuat gerakan mahasiswa
sering tidak diperhitungkan peranannya dalam sejarah perjuangan rakyat.
Atau kita kerap mendengar bahwa gerakan mahasiswa tidak ubahnya sebatas gerakan
moral saja. Pandangan-pandangan tersebut harus diluruskan, sebab gerakan
mahasiswa seharusnya dapat berubah menjadi gerakan yang mendukung perjuangan
rakyat yang bersandarkan pada aliansi dasar buruh dan tani untuk menghancurkan
dominasi imperialisme AS dan feodalisme di Indonesia.
Cikal Bakal
lahirnya Mahasiwa di Indonesia
Menjelang akhir tahun 1870 wakil-wakil
golongan liberal menguasai suara di parlemen Belanda. Kalangan liberal yang
mengalahkan kaum konservatif berkeinginan agar keuntungan itu dapat mereka
ambil alih. Banyaknya keuntungan yang diperoleh oleh pemerintah Belanda sangat
menggiurkan kalangan liberal dan menjadi pemantik pertentangan dengan
pemerintah Belanda (konservatif). Sehingga berakhirnya STP juga bukan karena
perjuangan patriotis dari kalangan liberal, namun itu adalah hasil perjuangan
rakyat Indonesia (1810-1870 terjadi 19 kali pemberontakan).
Ketika kalangan liberal mengambil pucuk
kepemimpinan di Belanda, mereka tidak jauh berbeda dengan kalangan konservatif
yang menindas rakyatnya dan rakyat-rakyat jajahannya seperti Indonesia.
Kalangan liberal tidak memperhatikan nasib penduduk jajahan. Buktinya, ketika
mereka masuk ke Indonesia dan menguasai pabrik-pabrik gula, perkebunan dan
pertanian pada umumnya, penindasan tidak berkurang akan tetapi justru semakin
bertambah. Kemudian bentuk penindasan lainnya adalah diterapkannya politik etis. kelompok liberal
menganggap bahwa program Politik Etis merupakan politik “balas budi” yang
mencakup; Edukasi (pendidikan), Irigasi (pengairan), Transmigrasi (perpindahan
penduduk).
Pada praktek dijalankannya Politik Etis
khususnya dalam bidang pendidikan, ternyata hanya bisa dinikmati oleh kalangan
Belanda, priyayi dan bangsawan. Pendidikan politik etis ini pun bertujuan untuk
mengefisienkan birokrasi dan skema untuk menjaga hubungan baik dengan Residen,
Wedana, asisten Wedana dan demang yang sukses menjadi kaki tangan Belanda di
dalam negeri. Kemudian, pendidikan diterapkan untuk melahirkan tenaga-tenaga
administrasi yang tentu mengabdi pada Belanda. Pendidikan juga diciptakan untuk
menghasilkan tenaga-tenaga medis karena merebaknya wabah penyakit akibat
kondisi buruk kaum pribumi, sehingga rakyat tetap bisa hidup untuk
terus-menerus dihisap oleh Belanda.
Dengan diterapkannya politik etis,
berdirilah beberapa sekolah-sekolah seperti Sekolah dasar (HIS), Sekolah
tingkat pertama dan menengah (HBS). Selain didirikannya sekolah dasar dan
SMP-SMA, Belanda juga membuka Pendidikan Tinggi pertama kali dengan jurusan
Kedokteran yaitu Sekolah Dokter Jawa yang didirikan pada Tahun 1851, tahun 1902
Sekolah Dokter Jawa itu diubah menjadi STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen. Pada tahun 1913 di
samping STOVIA di Jakarta, didirikan pula NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) di Surabaya. Selain itu, didirikan
juga sekolah hukum (Rechts School)
pada tahun 1909. Dan pada tahun 19031911 didirikannya sekolah pertanian di
Bogor.
Perkembangan pendidikan di Indonesia yang
diterapkan semenjak politik etis bukan untuk meningkatkan tarif kebudayaan
rakyat yang berguna membebaskan rakyat dari kungkungan kolonial Belanda. Namun
pendidikannya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan ahli untuk dapat
mengefesienkan dan mengeefektifkan eksploitasi terhadap alam dan masyarakat
Indonesia. Selain itu, pendidikan itu dijadikan sebagai alat legitimasi untuk
mendukung keberadaan belanda di Indonesia. Namun dengan diterapkannya
pendidikan di Indonesia melalui penerapan Politik etis, telah melahirkan pula kaum-kaum pelajar dan
mahasiswa yang nantinya menjadi cikal bakal era kebangkitan nasional yang
ditandai dengan lahirnya gerakan-gerakan mahasiswa hingga saat ini di
Indonesia.
II. Periodeisasi Gerakan Mahasiswa di
Indonesia
Pra Kemerdekaan
1908-1945
Oganisasi Boedi Otomo sebagai organsasi pertama kali yang berstuktur modern, merupakan
organisasi yang lahir sebagai wadah perjuangan pemuda dan mahasiswa dari kalangan priyayi yang
mempunyai sikap kritis dan keresahan intelektual terhadap dominasi kolonial
Belanda di Indonesia. Namun organisasi Boedi Otomo ini masih bersifat
lokalistik dan belum mampu menggalang
seluruh kekuatan rakyat Indonesia secara nasional. Setelah itu, mulai bangkit
gerakan pemuda yang ditandai dengan adanya kesadaran gerakan pemuda lokal
seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Sunda,
Jong Sumatra, dan organisasi pemuda
lainnya untuk bersatu. Dengan semangat kemerdekaan maka persatuan dari berbagai
macam organisasi pemuda termanifestasikan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Perjuangan gerakan pemuda yang sebagian terdiri diri mahasiswa pada masa pra
kemerdekaan ini diarahkan dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia
dari cengkraman kolonial Belanda. Setelah pasca dari Sumpah Pemuda tersebut
menggairahkan semangat pemuda dalam menggelorakan perjuangan mereka untuk
merebut kemerdekaan dari tangan Belanda.
Keadaan konkrit rakyat Indonesia yang
terhisap dan tertindas oleh kolonial belanda, telah mendorong lahirnya gerakan
mahasiswa di Indonesia. Mahasiswa
Indonesia yang belajar di Belanda,
mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi
Indonesische Vereeninging tahun 1922. Pada akhirnya Organisasi Ini mempunyai
pandangan nasionalisme dalam perjuangkan kemerdekaan Indonesia. Terakhir pada
tahun 1925, Organisasi ini berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Seiring dengan perkembangan organisasi
mahasiswa di Indonesia juga melahirkan semangat pada mahasiswa untuk mendirikan
kelompok diskusi, seperti kelompok studi umum, kelompok studi Indonesia yang
ikut serta dalam menuangkan ide-ide dalam perjuangan rakyat Indonesia. Namun
kelompok studi ini masih saja didominasi
oleh mahasiswa-mahasiswa dari kalangan priyayi, yang menunjukkan bahwa semenjak
masa kolonial Belanda hingga saat ini, diskriminasi dunia pendidikan pun masih tetap ada.
Fase Pemerintahan
Soekarno (1945-1965)
Dalam fase pemerintahan Soekarno atau
disebut Orde Lama, gerakan mahasiswa mulai mempunyai perannya dalam kehidupan
politik di masyarakat, ditandai dengan banyak bermunculannya organisasi
mahasiswa yang sekaligus juga berafliasi politik ke partai tertentu atau
mendukung pemerintahan Soekarno.
Diawali dengan munculnya HMI sebagai
organisasi mahasiswa yang berafilisasi pada
kekuatan politik dan partai masyumi yang berhaluan islam. Di tambah lagi
dengan makin maraknya bermunculan organisasi sejenis yang menjadi afiliasi
politik dari partai tertentu seperti GMNI bagian politik dari PNI, PMII bagian politik dari NU, serta mulai munculnya
satu organisasi yakni CGMI (Central Gerakan Mahasiswa Indonesia) yang berjuang
untuk kepentingan perjuangan demokratik dan semangat menghancurkan imperialisme
di Indonesia.
Saat itu Nampak organisasi pemuda
mahasiswa sangat minim menjadi ormass mahasiswa yang demokratis dalam
memperjuangkan hak-hak dasar rakyat Indonesia. Tapi perjuangan pemuda mahasiswa
saat itu, lebih menyokong partai atau
kekuatan tertentu di Indonesia untuk melanggengkan imperialisme dan feodalisme
beserta rejim kaki tangan. Terjadinya konstelasi politik di bawah campur tangan
imperialisme AS yang ditandai dengan pengambil-alihan kekuasaan dari tangan
Soekarno ke tangan Rejim Boneka AS Soeharto. Keadaan politik demikian, nantinya
akan mempengaruhi perkembangan gerakan mahasiswa dan rakyat Indonesia untuk
mengobarkan perjuangan anti imperialisme AS dan feodalisme. Pemerintahan
Soeharto melalui menteri perguruan tinggi dan ilmu pengetahuan, memberikan
saran kepada organisasiorganisasi mahasiswa yang masih dibiarkan berdiri, agar
melakukan konsolidasi nasional. Pada
tanggal 25 oktober 1965 terbentuk sebuah konsolidasi mahasiswa bernama kesatuan aksi mahasiswa nasional
(KAMI) yang merupakan kesepakan gerakan mahasiswa yang berhaluan agama,
nasionalis, untuk bekerja sama dengan menteri PTIP dalam menghancurkan
organisasi dan partai yang berhaluan komunis.
Fase Pemerintahan Soeharto (1965-1998)
Setelah orde lama berakhir, aktivis
angkatan „66 pun mendapatkan hadiah, yaitu
dengan banyak yang duduk di kursi empuk legislatif serta
diangkat dalam kabinet pemerintahan
boneka AS Soeharto. Sementara jika pada
tahun 1966 gerakan mahasiswa banyak bekerjasama dengan militer dan birokrasi,
maka pada tahun 1974 gerakan mahasiswa mulai sadar dan terang-terangan
memblejeti kekuasaan Soeharto. Gerakan mahasiswa menganggap bahwa banyak
kebijakan-kebijakan rezim yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan
memberikan ruang pada asing atau imperialisme AS untuk menguasai kekayaan alam
dan mengekspolitasi masyarakat Indonesia. Seperti korupsi yang merajalela,
perampasan tanah rakyat (pembangunan TMII), Gerakan Golput, kenaikan harga
BBM.
Kemudian puncaknya terjadinya peristiwa
malaria 15 Januari 1974 dengan gerakan anti Jepang. Namun aksi ini pun gagal
karena pada waktu itu tetap bergantung terhadap tentara yang mengharapkan figur
Sumitro mampu menjadi kawan dalam perubahan, sementara kita ketahui bahwa
militer adalah kekuatan reaksioner yang dimiliki penguasa dalam sejarah
perjuangan rakyat.
Pasca dari Peristiwa Malari, Soeharto
melipatgandakan pengekangan terhadap gerakan-gerakan rakyat secara khusus
gerakan mahasiswa. Semenjak peristiwa Malari ini, nyaris gerakan pemuda pada
saat dibungkam dan ditiarapkan oleh Soeharto. Kebijakan yang paling anti
demokrasi NKK/BKK diterapkan di dalam kampus yang hingga saat ini masih tetap
eksis untuk meniarapkan dan meninabobokan gerakan mahasiswa di Indonesia.
Kebijakan ini memaksa mahasiswa untuk lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan
rutinitas kampus semata seperti penyambutan mahasiswa baru, dies natalis dan
penyederhanaan lembaga intra kampus (PEMA, HMD, UKM). Hal ini membuat gerakan
mahasiswa semakin tercerabut atas perjuangan-perjuangan hak-hak demokratis di
dalam kampus. Celakanya, Gerakan mahasiswa semakin kehilangan arah untuk bisa
berjuang bersama rakyat. Kampus dan mahasiswa menjadi menara gading yang
terpisah dari kenyataan keadaan politik ekonomi rakyat.
Sementara adapun pembentukan lembaga
internal kampus sampai ke tingkatan jurusan, hanya merupakan taktik rezim untuk
memecah kosentrasi dan persatuan mahasiswa. Sehingga gerakan mahasiswa terpecah-pecah, sehingga mengurangi potensi
mengancam eksistensi Soeharto untuk melayani tuannya imperialis AS. Pada fase
ini menjadi sebuah depolitisasi terhadap gerakan mahasiswa, yang membungkam
sekaligus mengurung mahasiswa dalam ranah-ranah akademik semata saja.
Akhir tahun 80-an, setelah organisasi internal kampus dan kelompok studi tidak mampu lagi menjadi wadah yang efektif untuk memperjuangkan kepentingan mahasiswa dan melawan rezim tirani Soeharto, para mahasiswa yang berpikir patriotis dan demokratis kemudian mentransformasikan bentuk organisasinya dan berhimpun dalam wadah serikat-serikat mahasiswa. Akhir tahun 80-an hingga awal tahun 90-an adalah masa dimana serikat-serikat mahasiswa muncul sebagai alternatif bentuk organisasi yang maju pada waktu itu.
Dalam skala nasional tercatat, beberapa organisasi mahasiswa pernah terbentuk waktu itu, diantaranya adalah Front Aksi Mahasiswa Indonesia (FAMI) dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), yang muncul dengan identitas nasionalnya. Namun, umur kedua organsiasi ini tidak bertahan lama seiring dengan dialektikanya. Di luar konsolidasi organisasi nasional tersebut, masih banyak berkembang organisasi gerakan mahasiswa tingkat lokal ataupun kampus seperti gerakan-gerakan pro demokrasi. Organisasi yang berkembang dan di luar konsolidasi FAMI dan SMID inilah, beberapa diantaranya kemudian membentuk jaringan nasional pada tahun 1995. Jaringan nasional inilah yang merupakan embrio dari terbentuknya pokja Forum Mahasiswa Nasional yang kemudian nanti pasca reformasi akan menjadi organisasi massa mahasiswa yang memandang masyarakat Indonesia setengah jajahan setengah feodal dengan garis politik demokrasi nasional untuk menghancurkan imperialisme AS dan feodalisme. Itulah organisasi kita, Front Mahasiswa Nasional (FMN).
Kemudian gerakan pemuda mahasiswa pada
tahun 1998 berhasil menjatuhkan rezim orde baru. Gerakan mahasiswa ini sebagai
bentuk perlawanan atas penindasan dan penghisapan di bawah rezim boneka
imperialisme AS Soeharto. Namun, gerakan mahasiswa ini masih bersifat momentum
dan spontanitas sebagai reaksi terhadap krisis finansial di Asia 1997. Kemudian
gerakan mahasiswa 1998 masih cenderung menegasikan keterlibatan rakyat
Indonesia, terutama kaum buruh dan tani. Gerakan reformis mahasiswa ini, juga
dilatarbelakangi gejolak pemuda mahasiswa terhadap kediktatoran fasis rezim
Soeharto yang membrendel dan menghancurkan nilai-nilai demokratis di Indonesia
hampir 32 tahun. Alhasil, pemerintahan otokratik Soeharto harus melepaskan
jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998.
III. Evaluasi Gerakan
Mahasiswa di Indonesia hingga saat ini
Sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia
menjadi bagian panjang sejarah perjuangan rakyat Indonesia. Kontribusi gerakan
mahasiswa dalam memperjuangkan hak politik, ekonomi dan kebudayaan rakyat sudah
ada setiap masanya. Dilihat dari praktekpraktek sejarah gerakan mahasiswa di
Indonesia, kita masih melihat dominasi gerakan mahasiswa yang masih sebatas
menjadi dinamika perkembangan dalam masyrakat Indonesia yang tidak mempunyai
arah perjuangan bersama rakyat untuk menghancurkan dominasi imperialisme AS dan
feodalisme di dalam masyarakat Indonesia setengah jajahan setengah feodal
dengan mengobarkan perjuangan demokrasi nasional. Karena dengan perjuangan
demokrasi nasional lah, akan menjadi syarat-syarat terbebasnya rakyat dari
cengkraman imperialisme AS dan feodalisme
menuju masyarakat yang merdeka, bersatu, mandiri dan berdaulat secara
ekonomi, politik dan budaya.
Oleh karena itu, ada beberapa penilaian
atas sejarah perjuangan mahasiswa di Indonesia agar dapat meluruskan teori dan
praktek yang selama ini masih keliru, sehingga ke depan dapat memposisikan
gerakan mahasiswa dalam perjuangan rakyat Indonesia. Pertama, gerakan mahasiswa saat ini masih memegang slogan atau
mitos mahasiswa sebagai “Agen of change”. Padahal kita ketahui bahwa perubahan
adalah karya berjuta-juta massa. Sudah tentu yang menjadi kekuatan pokok di
Indonesia adalah aliansi buruh dan tani dengan kepemimpinan klas buruh, yang
akan mampu menghancurkan imperialisme AS dan feodalisme di Indonesia. Sehingga
posisi mahasiswa harus mampu mendukung perjuangan buruh dan tani. Sehingga
gerakan mahasiswa tidak terpisah dari gerakan rakyat.
Kedua,
Demikian pula penilaian pada gerakan-gerakan mahasiswa di Indonesia pada saat
ini, belum menunjukkan perjuangan-perjuangan mahasiswa yang diarahkan untuk
mengkampanyekan dan memblejeti dominasi imperialisme AS dan feodalisme dengan
mengaitkan kampus dan keadaan negeri.
Hal ini terbukti masih rendahnya perjuangan-perjuangan di dalam kampus
yang menyuarakan penolakan atas kurikulum pendidikan yang menanamkan
nilai-nilai kepentingan imperialisme AS dan feodalisme. Rendahnya penolakan
kampus yang dijadikan sebagai legitimasi menguatkan kebijakan-kebijakan rejim
boneka atau Gerakan mahasiswa masih
dijadikan sebagai alat politisasi oleh pemerintah dan kabir. Selain itu, kampus
diarahkan untuk mengamini perampasan dan monopoli tanah di Indonesia dengan
riset-riset dan kajian akademik yang non ilmiah. Oleh karena itu, gerakan
mahasiswa tidak mampu menyuarakan
perjuangan atas reforma agraria sejati dan pembangunan industri nasional di
Indonesia
Jelas, sejarah telah mengajarkan pada kita
tentang bagaimana gerakan mahasiswa sejati. Dan pasca reformasi 1998, sebuah
organisasi ternyata lahir dari otokritik kegagalan-kegagalan gerakan mahasiswa
yang sudah pernah ada. organisasi mahasiswa itu mengambil sari pati dari
perjalanan panjang gerakan mahasiswa dalam perkembangan masyarakat Indonesia.
Organisasi itu disebut-sebut sebagai anak zaman, karena organisasinya mampu memandang Indonesia sebagai negeri
setengah jajahan dan setengah feodal.
Oleh : SC MAPABA RAYA 2020-2021
0 Komentar