Sejarah Gerakan Mahasiswa

 Sejarah Gerakan Mahasiswa di Indonesia  

Perkembangan gerakan pemuda mahasiswa sangat melekat dalam sejarah panjang perjuangan rakyat di belahan dunia manapun. Perjuangan-perjuangan gerakan mahasiswa kerap pula menjadi pemersatu di suatu bangsa yang bertalian erat dengan perjuangan rakyat melawan sistem penghisapan dan penindasan khususnya melawan system yang mendominasi masyarakat dunia saat ini yaitu imperialisme.  Demikian pula dalam usaha perjuangan membangun Republik Indonesia hingga saat ini. Perjuangan mahasiswa telah mencatatkan dalam sejarah  keikutsertaan dalam perubahan-perubahan sosial.

Sangat diperlukan untuk mengkaji secara teori dan praktek gerakan pemuda mahasiswa yang selama ini selalu berhadapan dengan tugas-tugas aktual, yang terlibat secara aktif bersama perjuangan rakyat untuk menciptakan suatu tatanan masyarakat dalam  menghapuskan penghisapan manusia atas manusia lain. Selama  ini jelas, gerakan mahasiswa telah mewarnai rentetan sejarah perjuangan atas perubahan di suatu Negara. Perjuangan mahasiswa bukanlah sebuah dinamika yang lahir dari kehidupan kampus semata. Akan tetapi, sejarah perjuangan mahasiswa telah ada di ada seluruh locus geografis yang luas di seluruh dunia dengan latar belakang yang hampir sama yaitu melawan system yang masih eksis  menindas mahasiswa itu sendiri yang berkaitan pula dengan hubungan produksi dan tenaga produktif suatu Negara. Mahalnya biaya pendidikan, pengekangan terhadap nilai-nilai demokratis di dalam kampus, pendidikan yang tidak ilmiah, menjadi spektrum yang menggerakkan dan kemudian meluas dalam memperjuangkan system politik, ekonomi dan budaya yang mengabdi kepada rakyat di suatu Negara. 

Mahasiswa di Amerika Latin telah pernah menunjukkan sebuah contoh yang baik bagaimana peran dari gerakan mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Gerakan mahasiswa amerika latin dimulai dari Negara Argentina dengan Aksi-aksi sampai dengan melahirkan sebuah pandangan bersama yang kita kenal dengan “Manifesto Cordoba” tahun 1918. Manifesto Cordoba ini merupakan sebuah deklarasi mahasiswa Argentina yang menuntut otonomi akademik (kebebasan mimbar akademik, otonom keilmuan) dan menuntut adanya keterlibatan mahasiswa dalam pengambilan kebijakan di kampus. Gerakan mahasiswa tersebut menganggap bahwa adminitrasi yang lama menunjukkan sebuah system pendidikan yang otoriter baik dalam menentukan kurikulum pendidikan serta aturan-aturan lain yang mengekang kebebasan mahasiswa untuk berekspresi dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mendukung perubahan yang mendasar di negeri tersebut. 

Ini adalah sebuah perjuangan yang mendobrak sebuah system pendidikan kuno yang selama ini dijadikan sebagai lembaga legitimasi untuk memperkuat posisi pemerintahan saja. Selain itu, kita juga dapat melihat bagaimana gerakan mahasiswa di Argentina ini menuntut demokratisasi kampus dengan memperjuangakan agar kampus memberikan ruang pada mahasiswa untuk dilibatkan dalam pengambilanpengambilan kebijakan. Sehingga kampus tak lagi semena-mena mengeluarkan kebijakan yang selama ini dianggap anti terhadap mahasiswa dan khususnya tidak mendukung perjuangan rakyat untuk membebaskan diri dari penghisapan dan penindasan di negeri itu.

Pengaruh perjuangan dari perlawanan mahasiswa Argentina ini menyebar ke seluruh Amerika Latin. Seperti di Peru tahun 1919, Chili 1920, Kolumbia 1924, Paraguay 1927, Brazil dan Bolivia 1928, Meksiko 1929, Kosta Rika 1930, dan Kuba pada tahun 1933 dan 1952.  Sama halnya dengan gerakan progesif yang dilakukan oleh mahasiswamahasiswa China yang dikenal dengan tragedi Tianmen. Ribuan mahasiswa tewas dalam peristiwa monumental 4 Juni 1989 itu. Hari itu, menjadi ladang pembantaian nyawa  mahasiswa dalam aksi protes terhadap system ekonomi politik China yang mengarah pada system kapitalisme.

Demikian pula dengan gerakan mahasiswa yang ada di Philipina. Berawal dari protes menolak kenaikan biaya kuliah yang secara massif dikampanyekan oleh aliansi sektoral mahasiswa. kemudian  aliansi mahasiswa itu akhirnya berubah menjadi sebuah gerakan yang menjadi pusat perjuangan mahasiswa di Philipina dengan garis perjuangan demokrasi nasional. Gerakan mahasiswa (LFS) mengangkat isu-isu tentang penolakan komersialisasi dunia pendidikan, demokratisasi di dunia kampus. Selain itu, gerakan di Philipina ini juga mengangkat isu-isu sector rakyat seperti mendukung perjuangan reforma agraria sejati, mengkampanyekan upah layak, industri nasional, isu-isu suku minoritas sebagai bentuk kesaling-hubungan antara gerakan pemuda mahasiswa dengan aliansi dasar buruh dan tani dalam garis perjuangan demokrasi nasional untuk menghancurkan cengkraman imperialisme dan feodalisme. 

Demikian pula dengan perjuangan gerakan mahasiswa di Indonesia. Setidaknya dari era Kebangkitan nasional abad 20 sampai dengan babak Reformasi 1998 hingga saat ini, gerakan mahasiswa di Indonesia telah menunjukkan  aksi nyata dan sumbangsih dalam perjuangan rakyat untuk menghancurkan segala bentuk penindasan dan penghisapan yang dialami masyarakat Indonesia. Setidaknya pengalaman itu telah dicatat sejarah dalam mendukung perjuangan rakyat untuk mengubah sistem sosial di Indonesia dari masa ke masa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang bebas dari cengkraman musuh-musuh rakyat.

Maka jelas bahwa peranan gerakan mahasiswa, tidak boleh dipandang sebelah mata atau  menilainya secara berat sebelah menganggap gerakan mahasiswa hanya sebatas gerakan heroik yang akan hilang ditelan zamannya. Sehingga membuat gerakan mahasiswa  sering tidak diperhitungkan peranannya dalam sejarah perjuangan rakyat. Atau kita kerap mendengar bahwa gerakan mahasiswa tidak ubahnya sebatas gerakan moral saja. Pandangan-pandangan tersebut harus diluruskan, sebab gerakan mahasiswa seharusnya dapat berubah menjadi gerakan yang mendukung perjuangan rakyat yang bersandarkan pada aliansi dasar buruh dan tani untuk menghancurkan dominasi imperialisme AS dan feodalisme di Indonesia.

Cikal Bakal lahirnya Mahasiwa di Indonesia 

Menjelang akhir tahun 1870 wakil-wakil golongan liberal menguasai suara di parlemen Belanda. Kalangan liberal yang mengalahkan kaum konservatif berkeinginan agar keuntungan itu dapat mereka ambil alih. Banyaknya keuntungan yang diperoleh oleh pemerintah Belanda sangat menggiurkan kalangan liberal dan menjadi pemantik pertentangan dengan pemerintah Belanda (konservatif). Sehingga berakhirnya STP juga bukan karena perjuangan patriotis dari kalangan liberal, namun itu adalah hasil perjuangan rakyat Indonesia (1810-1870 terjadi 19 kali pemberontakan).

Ketika kalangan liberal mengambil pucuk kepemimpinan di Belanda, mereka tidak jauh berbeda dengan kalangan konservatif yang menindas rakyatnya dan rakyat-rakyat jajahannya seperti Indonesia. Kalangan liberal tidak memperhatikan nasib penduduk jajahan. Buktinya, ketika mereka masuk ke Indonesia dan menguasai pabrik-pabrik gula, perkebunan dan pertanian pada umumnya, penindasan tidak berkurang akan tetapi justru semakin bertambah. Kemudian bentuk penindasan lainnya adalah diterapkannya politik etis. kelompok liberal menganggap bahwa program Politik Etis merupakan politik “balas budi” yang mencakup; Edukasi (pendidikan), Irigasi (pengairan), Transmigrasi (perpindahan penduduk). 

Pada praktek dijalankannya Politik Etis khususnya dalam bidang pendidikan, ternyata hanya bisa dinikmati oleh kalangan Belanda, priyayi dan bangsawan. Pendidikan politik etis ini pun bertujuan untuk mengefisienkan birokrasi dan skema untuk menjaga hubungan baik dengan Residen, Wedana, asisten Wedana dan demang yang sukses menjadi kaki tangan Belanda di dalam negeri. Kemudian, pendidikan diterapkan untuk melahirkan tenaga-tenaga administrasi yang tentu mengabdi pada Belanda. Pendidikan juga diciptakan untuk menghasilkan tenaga-tenaga medis karena merebaknya wabah penyakit akibat kondisi buruk kaum pribumi, sehingga rakyat tetap bisa hidup untuk terus-menerus dihisap oleh Belanda.

Dengan diterapkannya politik etis, berdirilah beberapa sekolah-sekolah seperti Sekolah dasar (HIS), Sekolah tingkat pertama dan menengah (HBS). Selain didirikannya sekolah dasar dan SMP-SMA, Belanda juga membuka Pendidikan Tinggi pertama kali dengan jurusan Kedokteran yaitu Sekolah Dokter Jawa yang didirikan pada Tahun 1851, tahun 1902 Sekolah Dokter Jawa itu diubah menjadi STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen. Pada tahun 1913 di samping STOVIA di Jakarta, didirikan pula NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) di Surabaya. Selain itu, didirikan juga sekolah hukum (Rechts School) pada tahun 1909. Dan pada tahun 19031911 didirikannya sekolah pertanian di Bogor. 

Perkembangan pendidikan di Indonesia yang diterapkan semenjak politik etis bukan untuk meningkatkan tarif kebudayaan rakyat yang berguna membebaskan rakyat dari kungkungan kolonial Belanda. Namun pendidikannya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan ahli untuk dapat mengefesienkan dan mengeefektifkan eksploitasi terhadap alam dan masyarakat Indonesia. Selain itu, pendidikan itu dijadikan sebagai alat legitimasi untuk mendukung keberadaan belanda di Indonesia. Namun dengan diterapkannya pendidikan di Indonesia melalui penerapan Politik etis,  telah melahirkan pula kaum-kaum pelajar dan mahasiswa yang nantinya menjadi cikal bakal era kebangkitan nasional yang ditandai dengan lahirnya gerakan-gerakan mahasiswa hingga saat ini di Indonesia. 

        II.        Periodeisasi Gerakan Mahasiswa di Indonesia

Pra Kemerdekaan 1908-1945

Oganisasi Boedi Otomo sebagai organsasi pertama kali yang berstuktur modern, merupakan organisasi yang lahir sebagai wadah perjuangan pemuda dan  mahasiswa dari kalangan priyayi yang mempunyai sikap kritis dan keresahan intelektual terhadap dominasi kolonial Belanda di Indonesia. Namun organisasi Boedi Otomo ini masih bersifat lokalistik dan belum  mampu menggalang seluruh kekuatan rakyat Indonesia secara nasional. Setelah itu, mulai bangkit gerakan pemuda yang ditandai dengan adanya kesadaran gerakan pemuda lokal seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Sunda,

Jong Sumatra, dan organisasi pemuda lainnya untuk bersatu. Dengan semangat kemerdekaan maka persatuan dari berbagai macam organisasi pemuda termanifestasikan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Perjuangan gerakan pemuda yang sebagian terdiri diri mahasiswa pada masa pra kemerdekaan ini diarahkan dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari cengkraman kolonial Belanda. Setelah pasca dari Sumpah Pemuda tersebut menggairahkan semangat pemuda dalam menggelorakan perjuangan mereka untuk merebut kemerdekaan dari tangan Belanda. 

Keadaan konkrit rakyat Indonesia yang terhisap dan tertindas oleh kolonial belanda, telah mendorong lahirnya gerakan mahasiswa di Indonesia. Mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda, mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922. Pada akhirnya Organisasi Ini mempunyai pandangan nasionalisme dalam perjuangkan kemerdekaan Indonesia. Terakhir pada tahun 1925, Organisasi ini berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Seiring dengan perkembangan organisasi mahasiswa di Indonesia juga melahirkan semangat pada mahasiswa untuk mendirikan kelompok diskusi, seperti kelompok studi umum, kelompok studi Indonesia yang ikut serta dalam menuangkan ide-ide dalam perjuangan rakyat Indonesia. Namun kelompok studi  ini masih saja didominasi oleh mahasiswa-mahasiswa dari kalangan priyayi, yang menunjukkan bahwa semenjak masa kolonial Belanda hingga saat ini, diskriminasi  dunia pendidikan pun masih tetap ada.

Fase Pemerintahan Soekarno (1945-1965)

Dalam fase pemerintahan Soekarno atau disebut Orde Lama, gerakan mahasiswa mulai mempunyai perannya dalam kehidupan politik di masyarakat, ditandai dengan banyak bermunculannya organisasi mahasiswa yang sekaligus juga berafliasi politik ke partai tertentu atau mendukung pemerintahan Soekarno.

Diawali dengan munculnya HMI sebagai organisasi mahasiswa yang berafilisasi pada  kekuatan politik dan partai masyumi yang berhaluan islam. Di tambah lagi dengan makin maraknya bermunculan organisasi sejenis yang menjadi afiliasi politik dari partai tertentu seperti GMNI bagian politik dari PNI, PMII  bagian politik dari NU, serta mulai munculnya satu organisasi yakni CGMI (Central Gerakan Mahasiswa Indonesia) yang berjuang untuk kepentingan perjuangan demokratik dan semangat menghancurkan imperialisme di Indonesia.

Saat itu Nampak organisasi pemuda mahasiswa sangat minim menjadi ormass mahasiswa yang demokratis dalam memperjuangkan hak-hak dasar rakyat Indonesia. Tapi perjuangan pemuda mahasiswa saat itu, lebih  menyokong partai atau kekuatan tertentu di Indonesia untuk melanggengkan imperialisme dan feodalisme beserta rejim kaki tangan. Terjadinya konstelasi politik di bawah campur tangan imperialisme AS yang ditandai dengan pengambil-alihan kekuasaan dari tangan Soekarno ke tangan Rejim Boneka AS Soeharto. Keadaan politik demikian, nantinya akan mempengaruhi perkembangan gerakan mahasiswa dan rakyat Indonesia untuk mengobarkan perjuangan anti imperialisme AS dan feodalisme. Pemerintahan Soeharto melalui menteri perguruan tinggi dan ilmu pengetahuan, memberikan saran kepada organisasiorganisasi mahasiswa yang masih dibiarkan berdiri, agar melakukan konsolidasi nasional.  Pada tanggal 25 oktober 1965 terbentuk sebuah konsolidasi mahasiswa  bernama kesatuan aksi mahasiswa nasional (KAMI) yang merupakan kesepakan gerakan mahasiswa yang berhaluan agama, nasionalis, untuk bekerja sama dengan menteri PTIP dalam menghancurkan organisasi dan partai yang berhaluan komunis.

Fase Pemerintahan Soeharto (1965-1998)

Setelah orde lama berakhir, aktivis angkatan „66 pun mendapatkan hadiah, yaitu dengan banyak yang duduk di kursi empuk legislatif serta diangkat dalam kabinet pemerintahan boneka AS Soeharto.  Sementara jika pada tahun 1966 gerakan mahasiswa banyak bekerjasama dengan militer dan birokrasi, maka pada tahun 1974 gerakan mahasiswa mulai sadar dan terang-terangan memblejeti kekuasaan Soeharto. Gerakan mahasiswa menganggap bahwa banyak kebijakan-kebijakan rezim yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan memberikan ruang pada asing atau imperialisme AS untuk menguasai kekayaan alam dan mengekspolitasi masyarakat Indonesia. Seperti korupsi yang merajalela, perampasan tanah rakyat (pembangunan TMII), Gerakan Golput, kenaikan harga BBM.  

Kemudian puncaknya terjadinya peristiwa malaria 15 Januari 1974 dengan gerakan anti Jepang. Namun aksi ini pun gagal karena pada waktu itu tetap bergantung terhadap tentara yang mengharapkan figur Sumitro mampu menjadi kawan dalam perubahan, sementara kita ketahui bahwa militer adalah kekuatan reaksioner yang dimiliki penguasa dalam sejarah perjuangan rakyat.

Pasca dari Peristiwa Malari, Soeharto melipatgandakan pengekangan terhadap gerakan-gerakan rakyat secara khusus gerakan mahasiswa. Semenjak peristiwa Malari ini, nyaris gerakan pemuda pada saat dibungkam dan ditiarapkan oleh Soeharto. Kebijakan yang paling anti demokrasi NKK/BKK diterapkan di dalam kampus yang hingga saat ini masih tetap eksis untuk meniarapkan dan meninabobokan gerakan mahasiswa di Indonesia. Kebijakan ini memaksa mahasiswa untuk lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan rutinitas kampus semata seperti penyambutan mahasiswa baru, dies natalis dan penyederhanaan lembaga intra kampus (PEMA, HMD, UKM). Hal ini membuat gerakan mahasiswa semakin tercerabut atas perjuangan-perjuangan hak-hak demokratis di dalam kampus. Celakanya, Gerakan mahasiswa semakin kehilangan arah untuk bisa berjuang bersama rakyat. Kampus dan mahasiswa menjadi menara gading yang terpisah dari kenyataan keadaan politik ekonomi rakyat.

Sementara adapun pembentukan lembaga internal kampus sampai ke tingkatan jurusan, hanya merupakan taktik rezim untuk memecah kosentrasi dan persatuan mahasiswa. Sehingga gerakan mahasiswa  terpecah-pecah, sehingga mengurangi potensi mengancam eksistensi Soeharto untuk melayani tuannya imperialis AS. Pada fase ini menjadi sebuah depolitisasi terhadap gerakan mahasiswa, yang membungkam sekaligus mengurung mahasiswa dalam ranah-ranah akademik semata saja.

Akhir tahun 80-an, setelah organisasi internal kampus dan kelompok studi tidak mampu lagi menjadi wadah yang efektif untuk memperjuangkan kepentingan mahasiswa dan melawan rezim tirani Soeharto, para mahasiswa yang berpikir patriotis dan demokratis kemudian mentransformasikan bentuk organisasinya dan berhimpun dalam wadah serikat-serikat mahasiswa. Akhir tahun 80-an hingga awal tahun 90-an adalah masa dimana serikat-serikat mahasiswa muncul sebagai alternatif bentuk organisasi yang maju pada waktu itu.

Dalam skala nasional tercatat, beberapa organisasi mahasiswa pernah terbentuk waktu itu, diantaranya adalah Front Aksi Mahasiswa Indonesia (FAMI) dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), yang muncul dengan identitas nasionalnya. Namun, umur kedua organsiasi ini tidak bertahan lama seiring dengan dialektikanya. Di luar konsolidasi organisasi nasional tersebut, masih banyak berkembang organisasi gerakan mahasiswa tingkat lokal ataupun kampus seperti gerakan-gerakan pro demokrasi. Organisasi yang berkembang dan di luar konsolidasi FAMI dan SMID inilah, beberapa diantaranya kemudian membentuk jaringan nasional pada tahun 1995. Jaringan nasional inilah yang merupakan embrio dari terbentuknya pokja Forum Mahasiswa Nasional yang kemudian nanti pasca reformasi akan menjadi organisasi massa mahasiswa yang memandang masyarakat Indonesia setengah jajahan setengah feodal dengan garis politik demokrasi nasional untuk menghancurkan imperialisme AS dan feodalisme. Itulah organisasi kita, Front Mahasiswa Nasional (FMN).

Kemudian gerakan pemuda mahasiswa pada tahun 1998 berhasil menjatuhkan rezim orde baru. Gerakan mahasiswa ini sebagai bentuk perlawanan atas penindasan dan penghisapan di bawah rezim boneka imperialisme AS Soeharto. Namun, gerakan mahasiswa ini masih bersifat momentum dan spontanitas sebagai reaksi terhadap krisis finansial di Asia 1997. Kemudian gerakan mahasiswa 1998 masih cenderung menegasikan keterlibatan rakyat Indonesia, terutama kaum buruh dan tani. Gerakan reformis mahasiswa ini, juga dilatarbelakangi gejolak pemuda mahasiswa terhadap kediktatoran fasis rezim Soeharto yang membrendel dan menghancurkan nilai-nilai demokratis di Indonesia hampir 32 tahun. Alhasil, pemerintahan otokratik Soeharto harus melepaskan jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998. 

        III.       Evaluasi Gerakan Mahasiswa di Indonesia hingga saat ini

Sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia menjadi bagian panjang sejarah perjuangan rakyat Indonesia. Kontribusi gerakan mahasiswa dalam memperjuangkan hak politik, ekonomi dan kebudayaan rakyat sudah ada setiap masanya. Dilihat dari praktekpraktek sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia, kita masih melihat dominasi gerakan mahasiswa yang masih sebatas menjadi dinamika perkembangan dalam masyrakat Indonesia yang tidak mempunyai arah perjuangan bersama rakyat untuk menghancurkan dominasi imperialisme AS dan feodalisme di dalam masyarakat Indonesia setengah jajahan setengah feodal dengan mengobarkan perjuangan demokrasi nasional. Karena dengan perjuangan demokrasi nasional lah, akan menjadi syarat-syarat terbebasnya rakyat dari cengkraman imperialisme AS dan feodalisme  menuju masyarakat yang merdeka, bersatu, mandiri dan berdaulat secara ekonomi, politik dan budaya. 

Oleh karena itu, ada beberapa penilaian atas sejarah perjuangan mahasiswa di Indonesia agar dapat meluruskan teori dan praktek yang selama ini masih keliru, sehingga ke depan dapat memposisikan gerakan mahasiswa dalam perjuangan rakyat Indonesia. Pertama, gerakan mahasiswa saat ini masih memegang slogan atau mitos mahasiswa sebagai “Agen of change”. Padahal kita ketahui bahwa perubahan adalah karya berjuta-juta massa. Sudah tentu yang menjadi kekuatan pokok di Indonesia adalah aliansi buruh dan tani dengan kepemimpinan klas buruh, yang akan mampu menghancurkan imperialisme AS dan feodalisme di Indonesia. Sehingga posisi mahasiswa harus mampu mendukung perjuangan buruh dan tani. Sehingga gerakan mahasiswa tidak terpisah dari gerakan rakyat.

Kedua, Demikian pula penilaian pada gerakan-gerakan mahasiswa di Indonesia pada saat ini, belum menunjukkan perjuangan-perjuangan mahasiswa yang diarahkan untuk mengkampanyekan dan memblejeti dominasi imperialisme AS dan feodalisme dengan mengaitkan kampus dan keadaan negeri.  Hal ini terbukti masih rendahnya perjuangan-perjuangan di dalam kampus yang menyuarakan penolakan atas kurikulum pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kepentingan imperialisme AS dan feodalisme. Rendahnya penolakan kampus yang dijadikan sebagai legitimasi menguatkan kebijakan-kebijakan rejim boneka atau Gerakan mahasiswa  masih dijadikan sebagai alat politisasi oleh pemerintah dan kabir. Selain itu, kampus diarahkan untuk mengamini perampasan dan monopoli tanah di Indonesia dengan riset-riset dan kajian akademik yang non ilmiah. Oleh karena itu, gerakan mahasiswa tidak mampu   menyuarakan perjuangan atas reforma agraria sejati dan pembangunan industri nasional di Indonesia

Jelas, sejarah telah mengajarkan pada kita tentang bagaimana gerakan mahasiswa sejati. Dan pasca reformasi 1998, sebuah organisasi ternyata lahir dari otokritik kegagalan-kegagalan gerakan mahasiswa yang sudah pernah ada. organisasi mahasiswa itu mengambil sari pati dari perjalanan panjang gerakan mahasiswa dalam perkembangan masyarakat Indonesia. Organisasi itu disebut-sebut sebagai anak zaman, karena organisasinya  mampu memandang Indonesia sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal.


Oleh : SC MAPABA RAYA 2020-2021


Posting Komentar

0 Komentar