Kontemplasi Dalam Filsafat: Why Should Philosophy?

 

Bila orang mulai dengan kepastian, dia akan berakhir dengan keraguan. Jika orang mulai dengan keraguan, dia akan berakhir dengan kepastian.

Francis Bacon

 

 

Filsafat adalah suatu dialektika pikiran yang pada titik tertentu tidak dapat dibendung, Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang bermula dari aktivitas berpikir. Francis Bacon sang cahaya Renaisans, mengatakan bahwa ada tiga macam akal manusia ingatan, imajinasi, dan pikiran. Daya ingat menciptakan rancangan sejarah, daya imajinasi melahirkan puisi dan expektasi, dan daya berpikir menghasilkan filsafat. Artinya esensi filsafat adalah berpikir, meski tak semua aktivitas berpikir dapat disebut berfilsafat.

Berpikir dalam filsafat mempunyai ciri-ciri khusus sistematis, universal, dan radikal. Berfilsafat adalah aktivitas berpikir yang bertahap, tidak secara menohok demi meraih suatu kesan narsistik intelektual karbitan. Tentu tujuannya adalah memperoleh pengetahuan yang menyangkut hakikat kebenaran. Dengan berfilsafat, mungkin kita bisa sampai pada kebenaran yang selama ini didambakan.

Lantas bagaimana dengan pengertian filsafat yang justru memberikan pengandaian seolah ilmu pragmatis, penuh dengan kebijaksanaan “cinta”, sedang dalam fakta yang tersuguhka justru sulit dimukan kejelasan antara Pengertian dan esensi dalam filsafat. Ini membuktikan bahwa filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang “menyoal logika” atau Ratio investigation, upaya rasio untuk menemukan hakikat kebenaran atas refleksi alam, tuhan dan manusia. Suatu sistem ntuk mengkaji masalah umum dan mendasar mengenai berbagai persoalan, seperti pengetahuan, akal, pikiran, eksistensi, dan bahasa.

Pendapat lain mengatakan bahwa arti filsafat adalah suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan suatu pandangan hidup secara menyeluruh berdasarkan refleksi terhadap pengalaman hidup dan pengalaman ilmiah.

 Berangkat dari pelbagai problem yang di temukan rasio oleh para filosof  terdahulu mengenai hakikat kebenaran menimbulkan keresahan dan memicu pembahasan Ontologis, hakikat keberadaan, dan di fahami sebagai Filosofi of Beeing, memicu beberapa kalangan menjadikan bahan diskursus menyoal metafisika. hal tersebut tentu berangkat dari problem dan pertanyaan yang sangat mendasar namun menjadi keresahan, pertanyaan tersebut ialah, Bagaimana manusia tau hakekat? Bagaimana Manusia bisa tau?...  Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut jelas membutuhkan basis epistemologis yang tentu mendasar dan ilmiah, yang sekarang tersebutkan dengan nama filosofi of knowledge.

Tidak hanya berhenti pada perbincangan soal Hakikat, melainkan pada taraf kesahihan ilmu pengetahuan, hakikat kebenaran, metode dan seterusnya, filsafat pun memicu perbincangan soal aksiologi, “Filoaofi of Value” atau kini kita kenal dengan sebutan Filsafat Ilmu, tentu atas lahirny Filsafat modern yang berangkat atas refleksi zama yang serba gelap, penuh dengan otoritatif, kekuasaan greja abad pertengahan berkesan absolut dan mengarahkan manusia seolah mahluk yang irrasional (tidak mampu menemukan hakikat kebenaran sesuai asas dasariahnya). Semangat modernitas dapat di artikan semnagat zaman, semangat pencerahan, dan semagat humanisme.


 

Pondasi Sederhana Dalam Aliran Filsafat Modern

Manusia adalah subyek sentral, manusia adalah pusat, oleh karenanya memiliki kapasitas rasio dan empiris yang luar biasa. Berangkat dari fikira tersebut Filsafat dijadikan sebagai “metode”. Yang kelak akan melahirkan pelbagai aliran dalam sejarah filsafat, dari bangunan pondasi paling radikal.

Bermula dari Filsafat Rasionalisme dan Empirisme (aposteriori) dengan empat tokoh rasionalis dan dua tokoh empiris, berlanjut pada Kritisisme yang mensintesiskan antara Rasionalis dan empiris (Transendentalisme), dilanjut oleh hegel dengan filsafat dialektikanya, berusaha menyelesaikan problem sistesis daripada I. Kant (Sintesa Rasionalis dan Empiris), hingga pada dialektika historis Karl Mark murid dari Hegel yang justru memiliki pandangan berbeda dengan gurunya, dan terakhir adalah Positivisme (Auguste Comte), menemukan metode ilmu skaligus dikenal sebagai The father of sociology, dengan membaca sejarah perkembangan Fikiran manusia dan membagi menjadi 3 tahap the law three up stage.

Dengan demikian, kita dapat memetik suatu pelajaran penting, bahwa filsafat, sebagai suatu aktivitas berpikir, yang dapat dijadikkan kendaraan untuk meraih suatu kebijaksanaan. Filsafat, bukan hanya ruang sublimasi dari kesunyian-kesunyian, tetapi sebagai antitesis, sebagai senjata yang mungkin cukup ampuh dalam menghadapi tantangan pelbagai lipatan zaman yang semakin hari semakin kompleks, semakin eksklusif, yang hampir mirip dengan zaman kegelapan di Eropa sebelum kemunculan modernisme.

Dengan berfilsafat kita mampu berpikir lebih radikal dan memiliki ketajaman intuisi serta memicu kepribadian yang lebih adaftif. Dengan berfilsafat kita dapat mengarungi ilmu dan mencari hakikat kebenaran, serta memeriksa lebih jauh setiap persoalan-persoalan yang kita hadapi saat ini dengan metode, teori dan paradigma yang di hasilkan dari memahami filsafat secara utuh.

Catatan:

        Tulisan ini hanya sebatas peta kecil yang tentu membingungkan, perbincangan menyoal Filsafat akan Lebih detail  di bahas dalam sesi Pelatihan Epistemologi yang akan di selenggarakan pada bulan November 2020 mendatang bersama Akhol Firdaus Sebagai pemateri tunggal yang menjabat sebagai Direktur utama Institute Javanese Islam Research (IJIR) IAIN Tulung Agung.

 

Writed by: him

Posting Komentar

0 Komentar