"FILSAFAT" Antara Refleksi Diri atau Pengetahuan Semata.

Berfilsafat adalah kesukaran berfikir yang setiap manusia pasti melakukannya. Lewat perjalanan kehidupan filsafat melebur dalam setiap ruang dan waktu yang ada, meski tidak jarang banyak persepsi mengakatan berfilsafat adalah sebuah ketidak mungkinan, namun di lain sisi filsafat justru hadir dengan berbagai bentuk yang tidak disadari.

Secara bahasa filsafat berasal dari kata Philoshopie (yunani) yang merupakan gabungan dari kata Philo yang berarti "cinta" dan shopie yang berarti "kebijaksanaan". Maka filsafat bisa dikatakan sebagai cinta kepada kebijaksanaan.

Dari definisi di atas, filsafat bisa dipahami dengan mudah bahwa kebijaksanaan menjadi kunci dasar dari berfilsafat. Kebijaksanaan yang dimaksud tidak sekedar commen sense belaka, tapi kebijaksanaan yang memiliki arti mendalam dan kehidupan manusia.

Dalam hidup manusia, pengetahuan memainkan peranan sangat besar dalam mengatur setiap laku paran, pikiran bahkan perasaan. Seperti halnya produk-produk hukum dan moralitas, mereka lahir dari pemikiran mendasar, teratur dan bisa dipertanggung jawabkan, inilah yang kemudian disebut sebagai berfilsafat.

Peran pengetahuan sebagai mentor dari proses kehidupan selalu berbeda setiap manusia, bagaimana refleksi atau penghayatan terhadap suatu fenomena akan menentukan ide yang kemudian disebut sebagai pengetahuan.

Sebuah ide tentang kebijaksanaan semisal yang sebagian orang memahami seperti hidup teratur dengan melakukan segala aturan yang dipercayai sebagai bagian dari kebenaran, namun tidak bisa dipungkiri ketika kondisi berubah bisa saja kemudian ia mempercayai kebijaksanaan sebagai laku hidup yang damai, bebas dari aturan yang mengikat ataupun berpikir sebaik mungkin dengan pertimbangan sedalam mungkin.

Filsafat bisa dipahami menjadi dua konsep berbeda, yaitu filsafat yang bersifat subjektif dan objektif. Keduanya tentu memiliki bentuk yang berbeda dengan dasar yang saling menguatkan. Konsep ini menjadi sebuah dasar yang bisa dipakai untuk memahami dan merefleksikan filsafat lebih dalam.

Filsafat Bersifat Subjektif

Sebagai makhluk yang diberikan anugrah berfikir dan merasa, manusia hendaknya menyadari bahwa ia adalah poros dari kehidupan di alam ini. Tanpa terkecuali bagi kehidupan sesama manusia, perbedaan memberikan warna yang saling mengindahkan perjalanan kehidupan.

Subjektif disini bisa dipahami sebagai proses internal manusia baik berfikir sekaligus merasakan sesuatu. Berbeda dengan alam yang yang selalu mementingkan kebutuhan konsumsinya saja, manusia senantiasa hidup dengan cinta, emosi, egois dan keinginan-keinginan lainnya. Inilah yang nanti menjadi faktor-faktor terbentuknya pola-pola kehidupan sesama manusia.

Dalam perjalannya, filsafat modern adalah satu bukti bahwa pikiran manusia dituntut untuk terus maju dengan mempercayai bahwasan ya manusia adalah subjek atau poros kehidupan, ini dinamakan sebagai subjektifitas. Segala bentuk perubahan sosial maupun alam adalah buah dari tingkah laku manusia itu sendiri.

Dianalogikan seperti peristiwa banjir yang melanda jakarta, sering kita ketahui di televisi maupun di media sosial bahwa penyebabnya adalah luapan dari sungai-sungai atau tingkat hujan yang tinggi, namun sebenarnya peristiwa tersebut tidak lepas dari bagaimana tingkah laku manusia itu sendiri dan bagaimana hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Refleksi terhadap pengalaman-pengalaman yang setiap hari kita dapatkan adalah unsur utama dalam filsafat subjektif ini, sebab setiap pengalaman tidak hadir tanpa alasan. Kebiasaan-kebiasaan kecil, pikiran-pikiran sepele bahkan tentang ekspresi adalah contoh-contoh kecil yang senantiasa menyusun pikiran manusia hingga hari ini.

Kebiasaan membuang sampah sembarangan untuk pandangan common sense dianggap sebagai kebiasaan yang tidak baik karena bisa mengotori lingkungan, namun refleksi subjektif manusia tidak selalu sama karena itu. Bisa saja perilaku tersebut dianggap sebagai sebuah tabu karena kebersihan akan menentukan kenyamanan hidup, atau refleksi yang menghasilkan kesadaran bahwa hubungan dengan alam akan menghindarkan manusia dari bencana.



Filsafat Bersifat Objektif


Pemahaman tentang filsafat sering didapatkan dari berbagai literasi oleh orang-orang yang telah mempelajarinya, namun berbeda dengan filsafat subjektif, filsafat objektif hadir tidak dari pemahaman yang dibarengi dengan laku paran berfilsafat.

Dalam pengertian lain, filsafat objektif disinonimkan dengan filsafat alam, namun untuk lebih dalamnya filsafat objektif telah memisahkan diri dari pribadi itu sendiri. Maka dari itu dinamakan filsafat objektif, filsafat yang mengobjektifkan atau menjadikan filsafat itu sendiri sebagai topik pembahasan manusia.

Seperti dalam ilmu alam yang mana objek dengan subjeknya terpisah, begitupun filsafat objektif yang memisahkan diri dari laku paran filsuf atau orang yang berfilsafat tersebut. Sama halnya dengan seorang mahasiswa jurusan filsafat yang mengerti banyak teori-teori filsafat namun tidak pernah menjalani langsung apa yang ia pelajari.

Filsafat objektif lebih membawa pola pikir manusia kedalam khayalan tentang tatanan yang ideal, namun tidak dapat menyentuh bagian terkecil dari objek. Seperti dalam dunia politik, tatanan masyarakat diatur oleh kebijakan-kebijakan pengatur masyarakat, namun hampir tidak ada politisi yang mampu menyentuh bagian terkecil dari masyarakat seperti kerenggangan sosial di sebuah lingkungan tetangga.

Fenomena seperti diatas wajar terjadi, sebab filsafat objektif tidak hadir bersamaan dengan kesadaran invidual manusia. Refleksi yang dibangun tidak dari pengalaman pribadi seseorang, melainkan bagaimana ia melihat kondisi sekitar dengan pandangan atau rasio murni saja.

Dari dua model filsafat tersebut bukan sebagai perbandingan untuk memilih salah satu, melainkan kedua model tersebut harus selalu beriringan sesuai kondisi yang ada. Filsafat subjektif mengandaikan refleksi internal manusia, sedangkan filsafat objektif mengandaikan refleksi eksternal manusia.

Seperti dalam pengertian awal, kebijaksanaan adalah kunci dari filsafat. Sebagai manusia yang senantiasa hidup mandiri sekaligus bersosial, kedua model tersebut hendaknya ditempatkan sesuai kondisi dan situasi yang tepat untuk menghindari fanatisme pemikiran yang berlebih.

Sebagai modal untuk mempelajari filsafat, tentu anda harus membersihkan terlebih dahulu anggapan bahwa berfilsafat memiliki dampak atau segi negatif yang pasti didapat. Sebab hal tersebut akan sangat mengganggu terhadap proses memahami konsep-konsep pemikiran dalam filsafat yang membutuhkan proses berfikir cukup keras.

 Filsafat hadir dengan banyak bentuk pemikiran, dan tidak satupun dari pemikiran tersebut menuntut untuk mempercayainya. Seperti kata salah seorang filsuf perancis "cogito ergo sum" yang artinya "aku berpikir maka aku ada", seperti itulah berfilsafat, semakin berpikir maka manusia akan semakin menyadari dirinya sebagai manusia. 

Oleh: Maulana A.A
(Wakil Ketua PMII Komisariat PMII Tribakti 2020-2021)

Posting Komentar

0 Komentar