Materi Kapitalisme

 
PERCA-PERCA KAPITALISME

Oleh Heru Setiawan

 

PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK KAPITALISME

Istilah “Kapitalisme” merupakan derivasi dari kata ‘capital’, berasal dari kata Latin “capitale”, dari akarkata “caput” yang berarti kepala, barang bergerak dan ternak. Pada abad ke 12 hingga 13, istilah capital dengan arti “dana, stok barang dagangan, jumlah uang atau uang yang membawa bunga”. Pada tahun 1283, kata ini digunakan dalam arti aset modal dari perusahaan dagang. Meski begitu, istilah tersebut juga sering dipertukarkan dengan arti lain, semisal kekayaan, uang, dana, barang, aset, properti, dan sebagainya. [1]

 

Penggunaan istilah kapitalisme dalam arti modern seringkali dihubungkan dengan Louis Blanc pada tahun (1850) dan Pierre-Joseph Proudhon (1861). Blanc menyebut kapitalisme sebagai perampasan modal oleh sebagian orang dengan mengesampingkan orang lain. Sedangkan Proudhon menyebutnya dengan Rezim ekonomi dan sosial di mana modal, sumber pendapatan, pada umumnya bukan milik mereka yang membuatnya (pekerja). [2]

 

Karl Marx dan Friedrich Engels dalam Das Capital menggunakan istilah kapitalisme (Capitalism) merujuk pada dua arti, yaitu “sistem kapitalistik” dan “model produksi kapitalis”. Punggunaan istilah kapitalisme yang mengacu pada sitem ekonomi muncul sebanyak dua kali dalam Das Capital edisi Jerman, yaitu pada jilid I halaman 124, dan pada jilid 2 halaman 493.[3] Sejauh merujuk pada Oxford English Dictionary (OED), sebagaimana dikemukakan oleh Saunders, istilah kapitalisme baru muncul pertama kali dalam Basaha Inggris pada tahun tahun 1854. Istilah tersbut ditemukan dalam novel William Makepeace Thackeray yang berjudul The Newcomes. Dalam karya tersebut, kapitalisme diartikandenan kepemilikan modal.

 

Secara terminologis, tidak ada kesepakan para ahli mengenai definisi dari kapitaliasme. Andrew Zimbalist dan Howard J Sherman, menyebut kapitalisme sebagai sistem ekonomi dimana semua alat produksi (modal fisik) dimiliki dan dijalankan secara pribadi oleh kelas kapitalis untuk mendapat untung, sementara kebanyakan orang lain adalah pekerja yang bekerja dengan gaji atau upah (dan yang tidak memiliki modal atau produk.[4]

 

Senada denan itu, Chris Jenks menyatakan bahwa kapitalisme merupakan sistem ekonomi manufaktur (produksi barang) dan pertukaran yang diarahkan pada produksi dan penjualan komoditas dalam pasar untuk mendapatkan keuntungan. Pola produksi semacam itu melibatkan tenaga kerja yang mendapatkan upah sebagai ganti dari jasa produksi komoditas. Untuk menghasilkan keuntungan pabrik mengekstrasi nilai lebih dari para pekerja.[5]

 

Sedangkan dalam KBBI, kapitalisme diartikan sebagai sistem dan paham ekonomi (penanaman modalnya, kegiatan industrinya) bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri persaingan dan pasar bebas.[6]

 

 

Ditengah banyaknya definisi kapitalisme, saya kira kapitalisme dapat dietahui dengan berapa karakteristiknya. Paul R. Gregory & Robert C. Stuart, setidaknya memetakan enam karakteristik kapitalisme, yaitu kepemilikan pribadi (private property), akumulasi modal (capital accumulation), upah buruh (wage labor), pertukaran sukarela (voluntary exchange), sistem harga (price system) dan pasar kompetitif (competitive markets).[7]

 

Senada dengan itu, Robert Paul Resch memerinci karakteristik kapitalisme, sebagai berikut:[8] 1) Akumulasi modal; 2) Produksi komoditas; 3) Kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi; 4) Tenaga kerja berupah tinggi; 5) Investasi uang untuk menghasilkan keuntungan; 6) Penggunaan mekanisme harga untuk mengalokasikan sumber daya di antara penggunaan yang bersaing; 7) Penggunaan faktor-faktor produksi dan bahan baku yang efisien secara ekonomis karena memaksimalkan nilai tambah dalam proses produksi; 8) Kebebasan kapitalis untuk bertindak demi kepentingan pribadi mereka dalam mengelola bisnis dan investasi mereka. 

 

KELAHIRAN KAPITALISME

Keberadaan kapitalisme modern bisa ditelusuri jejak kemunculannya di awal Renasissans dalam bentuk kapitalime agraria dan merkantilisme. Kala itu, sudah ada modal dalam skala kecil, kegiatan perdagangan, sewa-menyewa, pinjam-meninjam, dan terkadang industri skala kecil dengan sejumlah tenaga kerja upahan.[9]

 

Kapitalisme agraria, sudah ada di Inggris sejak abad ke-16. Saat itu, sistem ekonomi pertanian feodal telah mengalami pergeseran secara substansial. Sistem manorial[10] mulai rusak. Tanah mulai terkonsentrasi pada sedikit tuan tanah dan perkebunan semakin besar.  Para pekerja tak lagi dipekerjakan dengan sistem buruh, melainkan sebagai bagian dari ekonomi berbasis uang yang lebih luas. 

 

Sistem ini menekan para tuan tanah dan penyewa untuk meningkatkan produktivitas pertanian agar tetap menuai keuntungan. Melemahnya daya paksa para aristrokat untuk menekan para buruh, akhirnya mendorong mereka untuk mencari cara yang lebih baik. Begitu juga dengan para penyewa tanah. Mereka memiliki inisiatif untuk meningkatkan metode mereka agar bisa  berkembang di pasar tenaga kerja yang kompetitif. Akibatnya, ketentuan sewa tanah lebih tunduk kepada kekuatan ekonomi pasar daripada sistem feodal sebelumnya.[11] 

 

Beralih pada merkantilisme. Pada era Ratu Elizabeth I (1558–1603), Inggris menerapkan sistem ekonomi merkantilisme[12] secara besar-besaran dan intregatif.[13] Pada periode ini, perdagangan Eropa didukung, dikontrol, disubsidi bahkan dimonopoli oleh negara. Hal ini menyebabkan para pedagang mengambil keuntungan dengan cara membeli dan menjual barang.

 

Pada pertengahan abad ke-18 sekelompok teoritikus ekonomi menentang doktrindoktrin merkantilis fundamental, semisal Adam Smith. Beberapa gagasannya mau tidak mau memepengaruhi para industrialis. Para industrialis akkhirnya menjadikan pedagang sebagai faktor penting dalam sistem kapitalis. Di sisi lain, keuntungan yang telah dihasilkan dari pertanian komersial mendorong peningkatan mekanisasi pada bidang pertanian. 

 

Sejak saat itulah, apa yang disebut dengan kapitalisme industri telah dimulai. Sistem pabrik manufakktur mulai berkembang. Sistem tersebut ditandai adanya pembagian kerja kompleks dalam proses dan rutinitas kerja, tugas kerjadan akhirnya mendirikan dominasi mode produksi kapitalis.

 

Pada akhirnya, dunia perindustrian Inggris meninggalkan kebijakan proteksionis yang sebelumnya ditentukan oleh merkantilisme. Pada tahun 1840-an Inggris mencabut Undang-Undang Jagung tahun 1846 Undang-Undang Navigasi tahun 1849. Inggris mengurangi tarif dan kuota, sejalan dengan advokasi perdagangan bebas.[14]

 

ADAM SMITH DAN KAPITALISME MODERN

Adam Smith memiliki nama lengkap John Adam Smith, lahir di Kirkcaldy, Skotlandia pada tanggal 5 Juni 1723 dan meninggal di Edinburgh, pada tanggal 17 Juli 1790. Selama ini, ia disebut-sebut sebagai Bapak Kapitalisme.[15] Karyanya yang terkenal di antaranya adalah The Theory of Moral Centiments dan The Theory of Moral Centiments (terbit 1759) dan An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (terbit 1759).

 

Karya pertamanya itu diterbitkan pada tahun 1759, sedangkan The Wealth of Nations diterbitkan pada tahun 1976. Kedua buku tersebut merupakan titik tumpu atas kritik dan pertahanan mengenai kapitalisme dalam tulisan Marx dan ekonomi manusia. Oleh karena itu, kiranya perlu dibahas beberapa prinsip kapitalisme yang dibangun oleh Adam Smith sebagaimana berikut:

      Individualisme dan Kebebasan

Dalam buku pertamanya The Theory of Moral Centiments (1759), Smith mencoba menyakinkan pembaca bahwa setiap manusia sebenarnya sangat menyukai hidup sebagai warga masyarakat. Manusia tidak menyukai hidup yang individualistik dan mementingkan diri sendiri. Karena itu, Smith menyakini bahwa secara natural/alamiyah manusia akan bertindak secara rasional dengan saling menghargai.  Dengan begitu, manusia sebenarnya merupakan makhluk bebas yang secara otomatis berpegang teguh pada nilai-nilai kemasyarakatan.[16]

 

      Prinsip Laissez-Faire

Prinsip Laissez-Faire merupakan bagian penting yang dijadikan sebagai pondasi sekaligus pelabuhan untuk teori ekonomi klasik. Risalah terkenal Smith “the Wealth of Nations merupakan tonggak utama yang mengekspreikan gagasan Laissez-Faire. Gagasan ini bertentangan dengan dengan merkantilisme yang menekankan adanya intervensi pemerintah dalam urusan negara, salah satunya bidang ekonomi.

 

Bagi Smith, jalan terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah membiarkan individu-individu untuk mengejar kepentingan-kepentingan mereka tanpa campurtangan perusahaan-perusahaan negara.[17]. Baginya, sesuatu membutuhkan Laissez-Faire (natural liberty) untuk menemukan self-interest (kepentingan diri sendiri). Dengan begitu, tak seharusnya pemerintah melakukan intervensi dlam biang ekonomi, karena intervensi pemerintah akan menggau proses tersebut. 

 

      Labor Theory of Value

Teori ini merupakan salah satu bentuk kemajuan besar dalam bidang ekonomi di masanya. Lebih dari dua ratus tahun, para ahli ekonomi mencari sumber kemakmuran. Menjawab hal itu, kaum Merkantilis menyatakan hal itu dapat diperoleh melali perdagangan internasional, sedangkan kaum Fisiokrat begitu menyakini bahwa sumber kemakmuran hanya didapatkan dari pengaruh perdgangan terhadap produksi.  

 

Berseberangan pandangan tersebut, Smith membangun pondasi yang telah digagas oleh Petty dan Cantillon, yaitu pengaruh final revolution dengan menempatkan pekerja sebagai sumber dana yang menyuplay kebutuhan pendanaan negara. Menurutnya, nilai dari barang ditentukan oleh jumlah pekerja yang menjalankan perdagangan di pasar. Dari sinilah kemudian muncul apa yang disebut dengan ‘teori nilai’.

 

Menurut Smith, Nilai dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu value in use dan value in exchange. Vlue in use adalah nilai kegunaan barang, sedangkan value in exchange adalah nilai tukar barang tersebut. Kedua jenis value tersebut, bersumber dari pekerja.

 

      Division of Labor

Division of Labor atau pembagian kerja diharapkan oleh Smith sebagai dasar yang tepat untuk melakukan transformasi. Menurutnya, pembagian kerja dapat meningkatkan produktifitas pekerja untuk menghasilkan barang yang tepat guna. Hal ini dikarenakan pembagian kerja berjalan seiring dengan kecenderungan manusia untuk melakukan pertukaran barang. Dengan adanya pembagian kerja, maka kuantitas dan kualitas produksi dapat dicapai dengan lebih baik. [18]

 

      Teori Upah

Menurut Smith, upah tinggi erat kaiatannya dengan produktifitas para pekerja. Dalam hal ini individu akan bekerja maksimal manakala upah yang diterimanya sesuai dengan kepentingan (interest) dan pemenuhan kebutuhan hidupanya (utility). Adanya upah yang “memadai” tersebut akan dapat mendorong kenaikan produktifitas tenaga kerja. Kenaikan produktifitas ini akan dapat meningkatkan output. Output yang tinggi akan mendorong produsen untuk memberikan insentif upah yang semakin tinggi bagi tenaga kerja. 

 

Bagi tenaga kerja kenaikan upah ini akan meningkatkan pendapatan perkapitanya. Kenaikan pendapatan per kapita ini akan mendorong kenaikan dalam hasrat konsumsi (propensity to consume) masyarakat. Kenaikan konsumsi ini akan menyebabkan kekayaan bangsa menjadi semakin besar (greater wealth of nation). Peningkatan kekayaan ini akan meningkatkan akumulasi modal dan kenaikan akumulasi modal ini akan menyebabkan perubahan dalam pembagian kerja (divison of labor).

 

KARL HEINRICH MARX DAN KRITIK ATAS KAPITALISME

Seperti yang telah kita hampiri, Marx memandang kapitalisme secara negative. Baginya, kapitalisme tidak lain adalah sistem ekonomi dimana mayoritas pekerja yang hanya memiliki sedikit hak milik harus memproduksi barang (komoditas) demi keuntungan para kapitalis. Lebih penting dari itu, kapitalisme bukanlah sekadar sistem ekonomi, tapi juga sistem kekuasaan.

 

Untuk mengetahui semua itu, berikut kita salami beberapa gagasan Marx terhadap sistem kapitalis sebagai berikut:

Manusia dan Kerja

Bagi Marx, setiap manusia memiliki sifat dasar, namun yang lebih penting dari tiu adalah bagaimana sifat dasar tersebut dimodifikasi dalam masing-masing tahapan sejarah.[19] Marx menyebut sifat dasar tersebut dengan spesies being, yaitu potensipotensi dan kekuatan-kekuatan unik yang membedakan manusia dengan spesies lainnya. Sifat dasar init erat kaiatannya dengan kerja.

 

Keterkaitan antara keduanya itu, dikarenakan beberapa hal.  Kerja merupakan aktifitas yang membedakan manusia dengan spesies lain. Dengan kerja, manusia telah melakukan objektivikasi, yaitu mewujudkan sesuatu yang ada dalam pikiran dan imajinasi pada wilayah realitas. Marx percaya bahwa Kerja tidak hanya mengubah alam, melainkan juga mengubah manusia, termasuk kebutuhan, kesadaran dan sifat dasar. [20]

 

Bagi Marx, istilah kerja tidak hanya dibatasi pada aktifitas ekonomi, melainkan semua katifitas produktif dimana manusia mengubah dan mengolah alam material untuk tujuannya sendiri. Apapun yang dihasilkan dari aktifitas bebas ini merupakan ekspresi dan transformasi hakikat kemanusiaan dari setiap individu.  

 

Dengan begitu, kerja sebenarnya merupakan aktifitas yang berorientasi pada pengembangan kekuatan dan potensi manusia yang sebenarnya. Dengan upaya mentransformasikan realitas material agar sesuai dengan tujuan manusia, berarti manusia telah mentransformasikan dirinya. [21]

Marx meganalisis bentuk yang aneh terkait hubungan manusia dan keja di bawah kapitalisme. Manusia tidak lagi bekerja sebagai bentuk ekspresi dan tujuannya. Alih-alih trdapat objektifikasi, manusia bekerja berdasarkan tujuan para kapitalis. Dalam pola produksi kapitalis, kerja tak lagi menjadi tujuan pada dirinya sendiri, melainkan tereduksi menjadi sarana untuk memperoleh uang.[22]

 

Alienasi

Sepertiyang telah diapaprkan sebelumnya, dalam sistem kapitalis kerja tidak lagi menjadi hak milik pribadi manusia (pekerja). Denagn begitu, kerja tidak lagi bisa mentranformasikan kedirian pekerja. Hal ini berarti, setiap individu (pekerja) telah diasingkan dari kerja-nya. Oleh karena itu, ia juga diasingkan dari sifat dasarnya sebagai manusia. 

Alienasi atau keterasingan manusia tersebut terjadi dalam empat bentuk, yaitu manusia teralienasi dari aktifitas produktif, dari produk, dari sesama pekerja dan dari potensi kemanusiaan mereka sendiri. Akibatnya, manusia hanya aktif dalam fungsi hewaniahnya saja, seperti makan, minum dan mempunyai keturunan. Penjelasan tentang semua itu adalah sebagai berikut:

 

1) Alienasi dari aktifitas produktif

Dalam masyarakat kapitalis, para pekerja tidak memproduksi barang (objek) berdasarkan ide mereka atau untuk secara langsung memenuhi kebutuhan mereka. Mereka bekerja untuk mendapatkan upah dari para kapitalis demi menyambung hidup. Hal ini dikarenakan aktifitas produktif telah menjadi milik para kapitalis, sehingga merekalah yang memuskan apa yang harus dikerjakan.

 

2) Alienasi dari produk

Para pekerja teralienasi dari produk karena produk kerja mereka tidak menjadi milik mereka, melainkan menjadi hak milik para kapitalis. Bahkan saat pekerja menginginkan produknya, ia harus membelinya sama seperti orang lain. Hak milik tersebut meliputi produk, hasil dan dampak-dampak yang memiliki nilai dan harga, hasil dari para peerja yang teralienasi. Hak milik tersebut dipergunakan oleh para kapitalis untuk menjual produk demi mendapatkan keuntungan.[23]

 

3) Alienasi dari sesama pekerja

Berdasarkan asumsi Marx, manusia pada dasarnya membutuhkan dan menginginkan keberja secara kooperatif untuk mengambil apa yang mereka butuhkan dari alam. Namun dalam sistem kapitalis kooperasi ini dihancurkan. Manusia dipaksa untuk bekerja secara produktif, bahkan tak saling kenal meski berdampingan.

 

Tak hanya itu, para pekerja juga sering dipaksa untuk berkompetisi, bahkan tak jarang terlibat konflik antar sesama pekerja. Demi menjaga produktifitas maksimal, para pekeerja diadu dan dinilai berdasarkan hasil kerjanya. Pekerja yang sukses akan diberi imbalan, sedangkan yang kalah akan disingkirakan. Denan begitu, para pekerja secara tidak langsung telah terisolasi dari dari sesama pekerja. 

 

4) Alienasi dari potensi kemanusiaan

Dalam sistem industry kapitalis, para pekerja teralienasi dari potensi kemanusiaan mereka. Hal ini dikarenakan, kerja tak lagi menjadi transormasi diri dan tidak lagi sebagai sarana pemenuhan sifat dasar manusia itu sendiri. Manusia kehiilangan kediriannya, sehingga mereka tak ubahnya mesin penghasil produk.

 

Bagi Marx, bentuk bentuk alienasi tersebut merupakan salah satu contoh kontradiksi yang menjadi fokus pendekatan dialektika Marx. Kontradiksi tersbut nyata, antara sifat dasar manusia dan pembatasannya dibawah control pola produksi kapitalisme industri. Kontradiksi tersebut tidak bisa dipecahkan hanya di dalam pikiran, melainkan dengan perubahan sosial yang benar-benar nyata.[24] Struktur Masyarakat Kapitalis

Pada msa Marx, Eropa mengalami industrialisasi yang begitu pesatPada awal abad 20, barang-barang murah dari Inggris dan Prancis mulai memasuki Jerman dan mengahncurka pabrik-pabrik yang kurang efisien. Sebeagi respon, Jerman menerapkan sistem kapitalisme pada masyarakat yang sebagaian besarnya masih feodal.  Masyarakat dipaksa meninggalkan keterampilan bertani dan pekerjaan tangan, Mereka diarahkan untuk bekerja di pabrik-pabrik yang seringkali tidak manusiawi. 

 

Di bawah bendera kapitalisme, ekonomi tampil sebagai sesuatu yang alamiah.

Pemecatan, pengurangan upah, penutupan pabrik dianggap sebagai proses ekonomi.  Namun, Bagi Marx semua itu bukan sekadar proses ekonomi. Hubungan antara penderitaan manusia dan struktur ekonomi bukanlah sesuatu yang sepele. Marx melihat semua itu sebagai keputusan politis yang menyokong para kapitalis dan mengorbankan para pekerja. Hal itu, diperlihatkan oehnya dalam beberapa kata kunci yang ada dalam struktur masyarakat kapitalis sebagaiman berikut:

 

1) Fetitisme Komoditas

Pandangan Marx mengenai komoditas erat kaitannya dengan orieantasi materialismenya dengan berfokus pada aktifitas produktif para pekerja (aktor). Sebagaimana yang kita bahas sebelumnya, para actor (pekerja/indivdu) berinteraksi dengan alam dan para ra actor lain, tidak lain tujuannya adalah untuk meproduksi objek yang mereka butuhkan. Objek diproduksi untuk dipergunaan sendiri, atau oaring lain disekitarnya. Inilah yang disebut Marx dengan Nilai Guna.

 

Bentuk produksi semacam itu dalam masyarakat kapitalis menjadi kian unik dan berbahaya. Para actor tak lagi memproduksi barang untuk irinya dan orang sekitarnya, melainan untuk kapitalis. Barang hasil produksi pun berubah menjadi komoditas yang memiliki Nilai Tukar. Artinya, produk-produk tak dipergunaan secara langsung, tapi diperukarkan demi uang atau sesuatu yang lain.  Produkproduk dipertukarkan dan dibandingkan secara kuantitas. Padahal secara kualitas, setiap produk memiliki nilai guna yang tidak bisa digatikan dengan produk lainnya.

 

Pada dasarnya, komoditas merupakan produk kerja manusia. Namun dalam struktur masyarakat kapitalis, produk tersebut bisa terpisah dari kebutuhan dan tujuan pembuatnya. Karena nilai tukar mengapung bebas berdasarkan komoditas yang dilihat dari ranah kuantitatifnya, akhirnya kita tergiring bahwa komoditaskomoditas tersebut terpisah antara satu dengan yang lain. 

 

Dalam kapitalisme yang lebih maju, kepercayaan ini berubah menjadi kenyataan, karena produk-produk dan pasarnya menjadi berubah menjadi sesuatu yang independen. Komoditas menjadi suatu realitas eksternal yang independen, bahkan sesuatu yang mistis. [25] Marx menyebut ini dengan Fetisisme Komoditas.

 

2) Kapital, Kapitalis dan Proletariat

Marx menemukan inti masyarakat kapitalis di dalam komoditas, di mana masyarakat didominasi oleh objek-objek yang nilai utamanya adalah pertukaran. Hal itu kemudian memproduksi masyarakat-masyarakat tertentu. Dua tipe utama masyarakt yang menjadi perhatian Marx di sini adalah Proletar dan Kapitalis. 

 

Proletar adalah para pekerja yang menjual jasa (kerja) mereka dan tidak memiliki alat produksi. Karena para proletar hanya memproduksi barang hanya untuk pertukaran, maka sebenarnya mereka juga konsumen. Karenanya, mereka harus memberi barang dengan mengandalkan upah yang mereka dapatkan. Oleh karena itulah, mereka sangat bergantung pada pemberi upah, yaitu para kapitalis.Untuk memahami arti kapitalis, perlu kita ketahui tentang apa itu capital.

 

Kapital adalah uang yang menghasilkan lebih banyak uang. Dengan kata lain, capital lebih merupakan uang yang diinvestasikan, ketimang uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Terkait hal ini, Marx membahas dua tipe sirkulasi komoditas dengan rumus M1-C-M1 dan C1-M-C2. Sirkulasi pertama merupakan ciri dari kapitalisme, sedangkan yang kedua bukan ciri kapitalisme.

 

3) Eksploitasi

Eksploitasi merupakan bagian oenting dari kapitalisme. Tampaknya, para pekerja menjadi buruh-buruh yang bebas melakukan kontrak dengan para kapitalis. Namun sebenranya mereka mau tidak mau harus mentaati syarat dan aturan dari para kapitalis. Hal ini terjadi karena para pekerja tidak lagi mampu meproduksi barang demi kebutuhnnya sendiri. [26]

 

Oleh karenaya, mau tidak mau para pekerja selalu mengikuti aturan dan persyaratan dari para kapitalis, termasuk upah rendah. Para kapitalis meraup keuntungan dengan membayar para buruh kurang dari nilai produk yang mereka hasilkan. Hal ini membawa kita pada konsep sentral Karl Mark mengenai surplus value (nilai lebih), Surplus value adalah perbedaan antara nilai produk ketika dijual dengan nilai elemen-elemen yang digunakan untuk memproduksinya (termasuk pekerja).

 

Harus ditekankan dalam hal ini, bahwa hal tersebut bukan semata-mata konsep ekonomi. Nilai tambah sepertihalnya capital, merupakan suatu relasi sosial particular sekaligus suatu bentuk dominasi, karena kerja (para buruh) merupakan nilai lebih yang sebenarnya. Oleh karena itu, nilai lebih (surplus value) merupakan bentuk konkrit dari eksploitasi pekerja/tenaga kerja oleh para kapitalis.



[1] James Augustus Henry Murray, Capital, ANew English Dictionary on Historical Principles, (Oxford English Press, 1919), h. 93.  

[2] Fernand Braudel, The Wheels of Commerce: Civilization and Capitalism 15th–18th Century, (Harper and Row, 1979), h. 233-237.

[3] Peter Saunders, Capitalism, (University of Minnesota Press, 1995), h. 1.

[4] Andrew Zimbalist dan Howard J Sherman, Comparing Economic Systems: A Political-Economic Approach, (London, Academic Press. Inc, 2004),h. 6-7.

[5] Chris Jenks, Core Sociological Dichotomies, (SAGE Publications Ltd, 1998), h. 383.

[6] Tim Redaksi (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. edisi 3 (Jakarta: Balai Pustaka), 505.

[7] Paul R. Gregory & Robert C. Stuart, The Global Economy and Its Economic Systems, (USA: South-

Western College, 2013), 41

[8] Robert Paul Resch, Althusser and the Renewal of Marxist Social Theory, (Berkeley: University of

California Press, 1992), 

[9] David Warburton, Macroeconomics from the beginning: The General Theory, Ancient Markets, and the Rate of Interest. (Paris: Recherches Publications, 2003), 49.

[10] Sistem organisasi ekonomi, sosial, dan politik yang di dasarkan pada manor (rumah - aula kebun) di mana seorang bangasawan menimati berbagai haka tas tanah dan penyewa tanah

[11] Robert Brenner, “The Agrarian Roots of European Capitalism” The Past and Present Society, No. 97 (Nov. 1982), 80-100

[12] Merkantilisme adalah doktrin ekonomi yang berlaku dari abad ke-16 hingga ke-18.  Pada periode ini telah berlaku sistem perdagangan yang berorientasi pada keuntungan, meskipun sebagian besar komoditas masih diproduksi dengan model non-kapitalis.

[13] Hal ini juga dilakuan dengan cara melakukan sosialisasi tentang neraca perdagangan yang sistematis dan koheren dipublikasikan melalui argumen Thomas Mun, England's Treasure by Forraign Trade, or the Balance of our Forraign Trade is The Rule of Our Treasure” yang ditulis pada 1620-an dan diterbitkan pada 1664. Selengkapnya lihat David Onnekink; Gijs Rommelse, Ideology and Foreign Policy in Early Modern Europe (1650–1750), (Ashgate Publishing, 2011), 257. 

[14] Iain McLean & Alistair McMilla, The Concise Oxford Dictionary of Politics, (Oxford: Oxford University Press, 2009), h. 32

[15] Limas Dodi, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar dari Berfikir, Agama, Sosial, Politik, Hingga Ekonomi, (Azhar Risalah, 2014), h. 287-288

[16] Limas Dodi, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar dari Berfikir, Agama, Sosial, Politik, Hingga Ekonomi,

(Azhar Risalah, 2014), h. 290

[17] Nur Sayyid Santoso Kristeva, Sejarah Ideologi Dunia, Cet. II (Yogjakarta: Lentera Kreasindo, 2015), h. 15.

[18] Limas Dodi, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar dari Berfikir, Agama, Sosial, Politik, Hingga Ekonomi, (Azhar Risalah, 2014), h. 291-294

[19] Karl Marx, “Communism and the Augsburger Allegemeine Zeitung”, dalam D. Mc Lellan, Karl Marx: Selected Writing, (New York: Oxford University Press, 1977), h. 602.

[20] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Sociological Theory: Karl Marx and Varieties of Neo Maxian Theory, (New York: McGraw-Hill, 2004), terj. Nurhadi, Teori Marxis dan Berbagai Ragam Teori Neo-Marxian, (Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2011), h. 28-33.

[21] Karl Marx, Capital: A Critique of Political Economy, Vol. 1, (New York: International Publisher, 1967), h. 32

[22] Dirk J. Struik, The Economic and Philoshopic Manuscript of 1844, (New York: International Publisher, 1964), h. 173

[23] Ibid…, h. 117.

[24] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Sociological Theory: Karl Marx and Varieties of Neo Maxian Theory, (New York: McGraw-Hill, 2004), terj. Nurhadi, Teori Marxis dan Berbagai Ragam Teori Neo-Marxian, (Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2011), h. 40-41.

[25] Karl Marx, Capital: A Critique of Political Economy, Vol. 1, (New York: International Publisher, 1967), h. 35.

[26] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Sociological Theory: Karl Marx and Varieties of Neo Maxian Theory, (New York: McGraw-Hill, 2004), terj. Nurhadi, Teori Marxis dan Berbagai Ragam Teori

Neo-Marxian, (Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2011), h. 50-53

Posting Komentar

0 Komentar