Antara Seks dan Gender


Oleh : Ayu Novitasari
Rayon Brantas Semester I

Sampai sekarang, masih banyak orang yang sering mencampurkan antara seks dan gender. Padahal keduanya merupakan dua hal yang harus dibedakan. Tidak sebatas masyarakat pedesaan, mahasiswa pun sebagai kalangan akademisi juga masih kesulitan untuk menelaahnya. 

Seks sendiri merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi fisik atau biologisnya, dan sifatnya adalah kodrati. Contohnya seperti laki-laki memiliki penis, scortum, maupun memeproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki vagina, payudara, maupun memproduksi sel telur. Karena sifatnya kodrati, tentunya alat-alat biologis tersebut tidak dapat dirubah.

Sedangkan gender, gender merupakan suatu karakter yang melekat pada kaum laki-laki atau perempuan, yang mana karakter tersebut dihasilkan oleh kontruk sosial maupun kultural. Misalnya laki-laki itu maskulin, tegas, kuat, rasional, dll. Sedangkan perempuann itu lemah lembut, penyayang, pemalu, sensitive, dll. Perlu diingat, gender merupakan hasil dari konstruk. Jelas, perkara ini dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya.

Berbicara soal gender, gender sendiri merupakan hasil dari konstruks masyarakat. Dan konstruk ini sangat dipengaruhi oleh paradigma yang berkembang di masyarakat. Baik paradigma patriarki, matriarki, maupun kesetaraan. Saat ini, paradigma yang berkembang adalah paradigma patriarki. Paradigma yang mempunyai cara pandang bahwasanya lelaki lah subjek paling ideal untuk memegang kendali daripada perempuan.

Jika paradigma patriarki tersebut dilihat dengan kacamata gender,  paradigma ini mendapatkan gugatan dari para kaum perempuan yang memperjuangkan kesetaraan (Emansipasi). Hal ini dikarenakan paradigma tersebut berimplikasi terdapat pemahaman perempuan itu rendah dan tidak dapat menyelesaikan persoalan.

Jelasnya, paradigma tersebut melahirkan berbagai macam ketidakadilan gender. Diantaranya adalah Sterotype, kekerasan, beban ganda, subordinasi, dan juga marginalisasi. Stereotip atau pelabelan negatif dimana perempuan itu selalu mendapat cap negatif di masyarakat. Apa lagi perempuan yang sering keluar malam pasti dianggap perempuan nakal. Beda halnya dengan laki-laki, bahkan sampai pagi itu dianggap biasa saja oleh masyarakat.

Kedua adalah kekerasan fisik dan kekerasan psikis. Kekerasan fisik seperti pemerkosaan terhadap perempuan, kekerasan fisik yang dilakukan tidak hanya pemerkosaan tetapi memukul perempuan dengan alasan bahwa perempuan tersebut berbeda pendapat dengan laki-laki, dll. Kekerasan  psikis seperti perempuan dikatakan gendut atau body shaming yang membuat psikis perempuan terganggu.

Ketiga adalah beban ganda, yaitu dimana perempuan mempunyai tugas ganda seperti tugas perempuan di rumah menyapu, mengurus anak, mengurus suami, tetapi dia juga harus bekerja membantu si suaminya tersebut. Beban ganda tidak hanya terjadi pada perempuan saja tetapi terjadi terhadap laki-laki juga.

Keempat subordinasi (penomorduaan). Seperti contoh dalam sebuah keluarga terdapat anak laki-laki dan perempuan, dalam hal pendidikan pasti yang paling diutamakan anak laki-laki dengan alasan bahwa laki-laki dengan berpendidikan tinggi mudah mendapatkan pekerjaan. Sedangkan perempan tidak perlu mendapatkan pendidikan yang tinggi karena perempuan hanyalah akan menjadi ibu rumah tangga yang tugasnya mengurus rumah, mengurus anak, dan mengurus suami.  

Kelima marjinalisai (peminggiran), dimana perempuan sudah dinomorduakan dan akan juga dipinggirkan. Seperti contoh dalam suatu perusahaan, yang menjadi pemimpin selalu diutamakan laki-laki, dan dengan berbagai alasan upaya peminggiran terhadap perempuan selalu dilakukan.  

Ketidak adilan gender menyangkut juga dengan HAM (Hak Asasi Manusia), karena setiap manusia mempunyai hak yang sama. Hak untuk hidup, hak untuk bertahan hidup, hak hidup dengan rasa aman, hak berpengetahuan, hak bebas berfikir, berekspresi, dan bertindak. Hak tersebut tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya.

Akan tetapi masih banyak juga perempuan yang belum mendapatkan sepenuhanya hak tersebut. Dalam hak berpengetahuan misalnya, perempuan masih dibatasi untuk mendapatkan pengetahuan seluas-luasnya. Sehingga sosok perempuan yang berprestasi dan berkarir sangat langka ditemukan, karena tuntutan perannya sebatas  ibu rumah tangga. 

Poin kesetaraan gender hakikatnya adalah untuk menyetarakan martabat seluruh umat manusia di muka bumi. Tanpa pandangan apakah dia laki-laki atau perempuan. Ketidakadilan baik perempuan dan laki-laki harus sama diperjuangkan. Misalnya dalam hal pendidikan, dalam hal pekerjaan, bahkan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Saya percaya feminis dan patriarkis itu perkara sudut pandang dan pola pikir. Bukan soal jenis kelamin. Laki-laki feminis dan perempuan patriarkis itu ada.

    Untuk itu, saya berterima kasih kepada perempuan patriarkis yang melanggengkan budaya kuasa laki-laki.

    BalasHapus