Oleh : Maulana
Ketua Rayon
KH. Hilimi Turmudzi
KH. Hilimi Turmudzi
Seperti halnya para pemikir di zaman Renaisans lainnya, Sir Francis Bacon juga merupakan seorang tokoh pendobrak abad pertengahan. Pikiran Bacon seakan-akan mengilhami tradisi berfikir selanjutnya, yaitu filsafat aliran empirisme. Sehingga tidak jarang jika Bacon dianggap sebagai cikal-bakal aliran tersebut.
Bacon merupakan seseorang yang mempunyai minat yang begitu besar terhadap ilmu pengetahuan. Menurut Bacon, orang-orang terdahulu tidak begitu mempunyai fokus terhadap ilmu pengetahuan. Seperti halnya orang-orang Romawi yang terpesona dengan masalah hukum, orang Yunani dengan masalah etika, dan orang abad pertengahan dengan masalah teologi. Dengan contoh, di abad pertengahan ilmu pengetahuan tidak diposisikan sebagai fokus utama kehidupan manusia, tapi selalu dijadikan pembenaran-pembenaran atas kebijakan-kebijakan dan legitimasi gereja.
Fokus Bacon membalik tradisi seperti sebelumnya, ia memiliki semangat untuk memperjuangkan ilmu pengetahuan sebagai fokus utama kehidupan manusia. Bacon meyakini, ilmu pengetahuan mempunyai fungsi untuk memajukan kehdupan manusia. Dengan ilmu pengetahuan manusia bisa memanfaatkan potensi-potensi alam untuk menunjang kehidupannya.
Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, menurut Bacon bisa didapatkan dengan mengguakan semaksimal mungkin fungsi indrawi. Dengan memaksimalkan alat-alat indrawi, manusia bisa mengetahui objek atau alam. Maksud hal ini, Bacon sangat mementingkan observai yang bersifat indra guna mengetahui alam. Meski tidak semuanya dapat diketahui, namun setidaknya apa yang dibutuhkan manusia dapat ditemukan pada alam.
Minat Bacon terhadap ilmu pengetahuan juga tampak pada ucapannya, “Knowledge is Power” (Pengetahuan adalah kuasa). Ucapan tersebut merupakan gambaran sebuah optimsme terhadap ilmu pengetahuan sebagai kuasa atas alam. Yang dimaksud 'pengetahuan adalah kuasa' adalah, semua yang kita dapatkan atau ketahui dengan indrawi, bukan berarti semua itu dapat dikuasai oleh indrawi. Melainkan indrawi sendiri bersifat fungsional.
Kuasa sendiri dijelaskan oleh Bacon sebagai kuasa atas alam, yaitu alam hanya dapat dikuasai apabila kita patuh kepadanya. Patuh bukan berarti manusia selalu tunduk kepada alam, melainkan dengan patuh dengan mengamati hukum, fungsi alam, maupun pengecualian di dalam alam. Dengan demikian, kita bisa menguasai alam tersebut sejauh dihadapkan dengan kebutuhan untuk memajukan kehidupan manusai. Jadi kepatuhan manusia kepada alam seperti dijelaskan Bacon hanya sebuah tipu muslihat untuk menguasai alam itu sendiri.
Kuasa sendiri dijelaskan oleh Bacon sebagai kuasa atas alam, yaitu alam hanya dapat dikuasai apabila kita patuh kepadanya. Patuh bukan berarti manusia selalu tunduk kepada alam, melainkan dengan patuh dengan mengamati hukum, fungsi alam, maupun pengecualian di dalam alam. Dengan demikian, kita bisa menguasai alam tersebut sejauh dihadapkan dengan kebutuhan untuk memajukan kehidupan manusai. Jadi kepatuhan manusia kepada alam seperti dijelaskan Bacon hanya sebuah tipu muslihat untuk menguasai alam itu sendiri.
Optimisme Bacon pada ilmu pengetahuan tidak sekedar menjelaskan fungsi ilmu pengetahuan itu sendiri, Bacon juga menawarkan sebuah metode untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang pasti yaitu, metode induksi. Sebuah metode yang sebetulnya sudah ada sejak zaman yunani klasik, tepatnya pada tokoh Plato, namun Bacon di sini ingin lebih memperjelas metode tersebut.
Induksi merupakan penarikan kesimpulan yang bersifat umum dari contoh-contoh yang yang bersifat khusus, atau bisa dipahami juga sebagai sebuah generalisasi terhadap setiap contoh-contoh yang berbeda. Oleh Bacon, generalisasi atau penarikan kesimpulan tersebut tidak bisa begitu saja, harus ada sesuatu untuk memastikan atau sesuatu yang dapat menguji kesahihan dari kesimpulan tersebut. Bacon menjelaskan, untuk menguji kesimpulan dibutuhkan contoh-contoh negatif untuk membandingkannya, atau contoh-contoh lain yang sekiranya mempertanyakan kembali kesimpulan yang telah diambil sebelumnya. Penarikan kesimpulan tidak cukup hanya dengan beberapa perbandingan, tapi juga terus mencari contoh-contoh lain yang sesuai atau penarikan tersebut bersifat arus balik. Jadi pada akhirnya, ilmu pengetahuan atau kesimpulan itu sendiri tidak akan sampai pada batas akhir, karena setiap contoh-contoh yang diambil pasti sesuai dengan kondisi realita terkini.
Selain itu, Bacon juga memberikan sebuah syarat penting sebelum menggunakan metode tersebut. Bacon menegaskan manusia harus membuang terlebih dahulu idola-idola yang mengganggu cara pandang terhadap objek. Idola dijelaskan sebagai suatu prasangka-prasangka yang membelenggu pikiran manusia, ibaratnya kaca mata yang tertutup dengan debu maka pandangan manusia akan terganggu dan terpengaruh dengan debu tersebut. Menurut Bacon, sebelum kita memandang objek harusnya manusia menghilangkan dahulu debu-debu tersebut, agar manusai bisa bebas memandang kenyataan objektif tersebut.
Idola yang dimaksud Bacon ada empat, yang pertama disebut idola tribus (bangsa) yaitu prasangka-prasangka yang diambil dari pesona atas tatanan-tatanan alam yang telah ajek, sehingga manusia tidak bisa berfikir jauh diluar itu. Kedua adalah prasangka individual yang disebut idola cave (idola) yaitu pengalaman-pengalaman dan minat-minat yang membelenggu atau mengganggu cara pandang manusia kepada kenyataan yang manusia temui, seolah-olah apapun yang manusia temui apabila tidak sesuai dengan pengalaman dan minat manusia tersebut makan akan dianggap sebagai sebuah keanehan atau ketidak baikan. Ketiga adalah idola fora (pasar) yaitu perkataan atau anggapan orang lain yang telah lazim dan dibenarkan oleh banyak orang, seolah-olah manusia begitu mendewakan perkataan-perkataan tersebut. Dan keempat adalah idola theatra (panggung) yaitu kenyataan atau sistem-sistem yang dihasilkan oleh para pemikir seperti dipentaskan begitu saja dalam bentuk tren, lalu ketika tren tersebut digantikan dengan tren yang baru maka selesailah tren yang berlalu tersebut, dan tidak ada pengujian kembali atau pengulangan terhadap tren tersebut.
Konsep idola yang diutarakan oleh Bacon, merupakan bentuk kritikan kepada orang-orang abad pertengahan yang begitu mendewakan kenyataan adikodrati, sehingga kodrat manusia sebagai makhluk yang berfikir tidak disadari. Selain itu bacon juga berusaha ingin melepaskan ilmu pengetahuan dari apapun yang mempengaruhi dan membelenggunya, karena ilmu pengetahuan menurut bacon harus bebas dari apapun.
Sebuah semangat baru dalam perkembangan kehidupan di Eropa berhasil diciptakan oleh Bacon, yaitu optimisme terhadap ilmu pengetahuan. Meski demikian, Bacon masih dianggap sebagai seorang tokoh renaisans, bukan tokoh modern. Karena pemikiran-pemikiran bacon sendiri masih sangat terpengaruh oleh sistem-sistem yang berlaku di abad pertengahan, dan gagasan-gagasannya pun pada akhirnya juga disangkal oleh banyak pemikir modern bahkan oleh orang-orang pasca modern. Namun tidak dapat dipungkiri, gagasan-gagasannya masih ada yang memakai sampai saat ini.
*Tulisan ini merupakan sedikit review dari hasil diskusi.
*Tulisan ini merupakan sedikit review dari hasil diskusi.
0 Komentar